Setiap Saya mendengarkan lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul “Sebelah Mata”, Saya langsung teringat kasus Novel Baswedan. Ya, walaupun lagu itu bukan ditujukan untuk Novel Baswedan si, heuheuheu. Kasus itu terjadi pada 11 April 2017, ketika novel baswedan baru saja pulang dari sholat subuh. Tiba-tiba ada 2 orang tak dikenal menyiramkan air keras kearah mata kiri Novel Baswedan. Lalu, Novel Baswedan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Keluarga dan setelah melakukan pemeriksaan, Novel Baswedan terancam buta. Karena hal itu, akhirnya Novel diterbangkan ke Singapura untuk menjalani perawatan di Singapore General Hospital, di sana Novel melakukan operasi pada matanya tersebut, dan sempat memberi keterangan sosok pelakunya itu.
Novel Baswedan merupakan mantan anggota Polisi dan pernah menjabat sebagai mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus yang ditangani oleh Novel sendiri merupakan kasus-kasus korupsi besar dan menjadi ancaman untuk Pejabat Negara yang nakal, beberapa kasus besar yang sudah ditangani novel adalah Korupsi proyek simulasi SIM Korlantas Polri, Suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar, Megakorupsi E-KTP. Pada akhirnya Novel hanya menjadi korban penyiraman air keras yang dilakukan oleh orang tak dikenal. Setelah Novel Baswedan melaporkan kasus ini, seakan-akan pihak Penegak Hukum tak berani mengusut tuntas kasus Novel, sama seperti kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kasus pembunuhan Munir yang tak pernah tuntas sampai sekarang. Indonesia memiliki rapot merah mengenai penangan kasus HAM yang terjadi pada masa lampau yang tak pernah terungkap dalangnya.
Walaupun sudah dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, kasus ini sangat banyak mengalami kejanggalan . Seakan-akan Penegak Hukum sudah membuat skenario untuk melindungi siapa tersangka dalam kasus ini. Setelah 2,5 tahun, kasus ini baru bisa terungkap siapa pelakunya dan motif apa di baliknya, ya, menimbang pada kenyataan bahwa pernah dilakukannya penyelidikan oleh Novel Baswedan terhadap beberapa Kasus Korupsi besar, maka bukannya tidak mungkin akan adanya kaitan antara penyerangan dengan penyelidikan tersebut, heuheu. Setelah terungkapnya pelaku penyerangan terhadap Novel, ternyata pelaku tersebut merupakan salah satu Anggota Polisi aktif dan motif di balik penyerangan terhadap Novel adalah dendam pribadi. Akhirnya, pelaku kasus ini dibawa ke meja Pengadilan, dan dijatuhkan hukuman hanya 1 Tahun penjara saja, huft. Hukuman tersebut tak sebanding dengan apa yang sudah diderita oleh Novel Baswedan, yaitu kehilangan mata kiri yang disebabkan oleh penyiraman air keras . Jaksa penuntut umum setuju dengan keputusan Hakim yang menjatuhi hukuman penjara selama 1 tahun dengan dalih bahwa pelaku ‘Tak Sengaja’ melakukan hal tersebut.
Sangat ironi hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku, bahwasannya Hukum Negara kita itu berlandaskan pada Undang-Undang 1945 dan sangat menjunjung tinggi Nilai-Nilai Pancasila, akan tetapi dalam kasus ini pihak-pihak yang dipercayai sebagai Penegak Hukum sangat tidak menjunjung Nilai-Nilai Pancasila dan tak berlandaskan pada Undang-Undang 1945. Apa karena para pelaku merupakan Anggota Polisi aktif? Apa karena pelaku ‘Tak Sengaja’ melakukan hal tersebut? Atau, ada Dalang di balik kasus ini? Dan mungkin saja Dalangnya bermain mata dengan Penegak Hukum?, hmmm, sangat alibi Hukum di Negara ini. Seharusnya dalam kasus ini para Penegak Hukum bisa memberikan contoh nilai keadilan yang terkandung dalam sila ke-2, yaitu ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ dan Undang-undang Dasar 1945 telah mengingatkan, bahwa salah satu alasan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk menciptakan keadilan sosial. Kita bisa ambil pelajaran bahwa kasus Novel ini keadilan tak berlaku untuk siapapun yang berani melawan Penguasa, dan keadilan hanya berlaku untuk mereka-mereka yang tunduk akan kebusukan Penguasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H