Di antara sekian banyak pekerjaan rumah yang dihadapi bangsa saat ini adalah bagaimana menghidupkan kembali semangat dan tradisi keteladanan. Sebab salah satu karakter generasi terbaik adalah semangat menularkan kebaikan kepada sebanyak mungkin orang. Keteladanan tidak bisa ditularkan lewat lisan, tetapi dengan perbuatan. Makin tinggi otoritas yang dimiliki, makin luas pulalah wilayah pengaruh efek keteladanan. Orang tua, guru, kepala sekolah, kepala desa, camat, bupati, gubernur hingga presiden yang keshalehannya terwujud dalam amal perbuatannya membawa dampak yang positif terhadap lingkungannya. Teladan satu kata yang mudah untuk diucapkan namun sangat sulit untuk dilaksanakan apalagi keteladanan ini adalah suatu perbuatan yang berkesinambungan dalam berbagai aspek kehidupan. berbicara keteladan tentu luas maknanya namun, disini penulis akan mengupas bagaimana pengaruh karakter (keteladanan) guru terhadap peserta didiknya?. Profesi guru sebagai profesi yang sangat mulia menekankan pentingnya suri tauladan yang baik bagi para pelakunya, senantiasa guru perlu membekali diri baik keshalehan secara pribadi maupun keshalehan sosial kemasyarakatan. .
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, seorang guru dituntut untuk menguasai kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial. Dari keempat kompetensi guru tersebut tentunya kepribadian guru menambah sederetan kemampuan yang harus dimiliki guru bukan saja secara intelektual namun secara personal yaitu kepribadian yang baik, kepribadian yang sholeh, kepribadian yang memberikan keteladan, kepribadian yang memberikan inspirasi bagi peserta didiknya. Ini semua ada pada aspek karakter dan integritas guru.
Pernahkah anda mendengar peribahasa "Guru kencing berdiri,siswa kencing berlari?". Peribahasa di atas tentu sudah familiar di telinga kita. Makna lepas dari Peribahasa diatas adalah bahwasannya guru adalah manusia teladan yang segala tindak tanduknya selalu dicontoh oleh muridnya. Karena kita tahu bahwa guru adalah seorang model hidup yang digugu dan ditiru. Bukankah guru itu seseorang yang harus memiliki perilaku yang baik, pengetahuan dan tingkat religius yang tinggi, karena secara pribadi guru adalah sosok teladan di sekolah dan di masyarakat. Dengan kata lain seorang guru adalah sosok teladan untuk dirinya dan untuk orang lain dalam hal ini adalah peserta didiknya. Peserta didik akan selalu mengingat apa yang diperbuat gurunya, apa yang diucapkan gurunya artinya adalah segala tindak-tanduk dalam interaksi guru di sekolah akan direkam dan dicontoh oleh para peserta didik baik perilaku yang baik maupun perilaku yang buruk yang dilakukan seorang guru. artinya adalah betapa penting dan besarnya pengaruh guru bagi pembentukan karakter peserta didik.
Berbicara perilaku guru berarti kita sedang membicarakan karakter guru yang mumpuni yang menjadi idola bagi peserta didiknya. Tentu ketika seseorang menjadi idola, maka sang idola itu harus menjaga,mengembangkan dan tentunya meningkatkan pribadinya dengan berbagai kompetensi dalam upaya perbaikan dan peningkatan karirnya menjadi seorang guru. Peranan orangtua dalam upaya memilihkan guru-guru yang memiliki jiwa-jiwa pendidik yang mumpuni tentu harus selektif. Orangtua bukan saja melihat dari sisi latarbelakang akademik sang guru, namun lebih dari itu bagaimana melihat kepada kepribadian guru.
Sekarang ini kita kelebihan sarjana di bidang pendidikan, namun kekurangan pendidik. Berbicara dunia pendidikan tak lepas dari kata mengajar dan mendidik. Bagi orang awam hal ini dipandang suatu hal yang sama, namun sebenarnya makna dari mengajar dan mendidik ini mempunyai arti yang berbeda. Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menghantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. Dibandingkan dengan pengertian mengajar, maka pengertian mendidik lebih mendasar. Mendidik tidak sekedar hanya mengajar, tetapi juga transfer of values. Mendidik diartikan secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia yang berkepribadian. Berkait dengan soal pembentukan kepribadian atau karakter anak didik, maka mendidik juga harus merupakan usaha untuk memberikan motivasi kepada anak didik agar terjadi proses internalisasi nilai-nilai pada dirinya, sehingga akan lahir suatu sikap yang baik.
Sehubungan dengan uraian dan kenyataan di atas, maka mengajar dalam kegiatan belajar-mengajar harus diterjemahkan secara konseptual, disinkronisasikan dengan pengertian mendidik. Oleh karena itu Raka Joni, memberikan batasan mengajar adalah menyediakan kondisi optimal yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi. bahkan peserta didik lebih dulu mempelajari ahlak guru sebelum mempelajari ilmu yang disampaikannya.
Keteladan seorang guru di sekolah terhadap perkembangan karakter peserta didik memberikan dampak yang nyata terhadap kepribadian anak di masa yang akan datang. Maka seyogyanya para orangtua harus sangat selektif dalam memilihkan guru-guru bagi anak-anaknya. Orangtua jangan hanya melihat gedung beserta fasilitas sekolahnya, namun lebih dari itu bagaimana memilihkan guru-guru terbaik yang berkepribadian shaleh untuk anaknya. Tentunya guru yang berkepribadian shaleh akan menularkan keshalehannya bagi pribadi peserta didiknya. AM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H