Demokrasi yang kita perjuangkan adalah bangunan yang harus direkonstruksi secara terus menerus. Demokrasi tidak boleh statis, karena ia membutuhkan perbaikan, dari waktu ke waktu, dari masa ke masa. Semangat itu yang harus dijaga dan dirawat demi kehidupan yang lebih baik. Karena apa yang paling berbahaya dari pemerintahan yang korup adalah rakyat yang diam, pasrah dan apatis terhadap situasi politik yang ada.
Untuk itu, segala bentuk persekongkolan elit politik yang bekerja sama dengan elit lainnya haruslah dilawan. Karena berpotensi melahirkan kartel politik di sebuah negara atau wilayah. Secara sederhana, politik kartel dapat dipahami sebagai upaya elit politik menguasai lembaga-lembaga politik seperti: eksekutif, legislatif dan lembaga hukum (yudikatif) dengan motif ekonomi maupun kekuasaan.
Tujuannya adalah mempersiapkan langkah-langkah strategis dengan membangun oligarki agar semua kepentingannya terkait politik dan bisnis bisa tetap terakomodasi. Itu sebabnya, dibanyak kasus, khususnya di daerah, seorang kepala daerah mengongkosi calon legislatif untuk bertarung di pemilu. Pun distribusinya di format dengan lintas partai.
Dua tahun lalu, tahun 2017, pada sebuah kanal di situs www.change.org, saya bersuara keras atas dukungan Ephorus Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) karena secara kelembagaan mengumumkan dukungan Bupati Simalungun, JR Saragih maju di Pilgubsu. Kala itu, sebagai salah satu jemaat gereja, saya menuntut Ephorus GKPS mundur dari jabatannya karena mentautkan kepentingan politik praktis dalam gereja.
Argumen penolakan saya, waktu itu bahwa Ephorus merupakan pimpinan jemaaat bukan politik. Pun sistem patronase di GKPS posisinya sebagai pemimpin umat dalam lingkup gerejawi, ia tidak boleh membawa keputusan dalam politik praktis.
Pun alasan lainnya cukup kuat terkait 2 mantan Gubernur Sumut hasil pilkada 2008 dan 2013, terjerat kasus korupsi yaitu Samsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho. Pun GKPS tidak boleh menanggung beban moral yang begitu besar ketika suatu saat kandidat yang didukung terlibat kasus hukum korupsi.
Waktu itu banyak orang yang menolak argumen saya, karena dianggap tak sopan. Pun sebaliknya, tak jarang pula dukungan berdatangan, terus mengalir. Sebabnya, pada bacaan saya, ada potensi kartel politik yang mentautkan kekuasaan birokrasi dan gereja di Simalungun waktu itu. Alasannya Ephorus GKPS, Pdt Rumanja Purba adalah saudara kandung dari Sekretaris Daerah (Sekda) Simalungun Gideon Purba yang diangkat oleh Bupati JR Saragih.
Pun situasi tersebut harus dijaga dan tidak boleh menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Karena potensi pembangunan opini negative publik dan bisa liar sehingga mengganggu marwah GKPS sebagai institusi gereja.
Potensi Politik Kartel di Simalungun
Hegemoni politik kartel dan politik dinasti dalam Pilkada Simalungun 2020 sangat kuat. Penyebabnya, JR Saragih yang sudah pasti tidak bisa lagi maju di Pilkada tahun depan karena sudah menjabat dua periode menjadi bupati.
Konfigurasi dukungan pada kandidat yang didukung JR Saragih sebagai seorang pribadi sudah mulai terbaca. Pada analisis saya, mengerucut pada 5 (lima) nama yaitu Amran Sinaga (Wakil Bupati 2015-2020), Gideon Purba (Sekda Simalungun), Betty Rodearni Sinaga (Dirut PDAM Tirta Lihou Simalungun), Anton Ahmad Saragih (Ketua IKEIS) dan Eurinita Tarigan (istri JR Saragih)