Jakarta, Kompasiana -- Jum'at (24/2), Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra dalam rangka milad revolusi iran ke-44 turut bersuka cita dalam menyambut momentum bersejarah ini, oleh karena itu, Ikatan Alumni Jamiah Al-Mustafa berkolaborasi dengan Al-Mustafa International University, mengadakan Hibrida seminar yang terbuka untuk umum berlangsung di Auditorium Al-Mustafa Gedung STAI Sadra dengan tema "Prestasi dan Tantangan Iran dalam Mengimpementasikan Sistem Pemerintahan Berbasis Agama". dimoderatori oleh Ammar Fauzi, Ph.D, juga dihadiri oleh beberapa Narasumber dan peserta secara Offline dan Online.
Selaku Keynote speaker Prof. Dr. Hosein Mottaghi (Direktur Mustafa International University), beliau memberikan sambutan ucapan terima kasih kepada ikatan Alumni Ikatan Mahasiswa Iran (IKMAL), dan seluruh hadirin yang telah hadir. "Pada Hari ini terselamatkannya bangsa iran selama 4 dekade dari kekuasaan, arogansi dari bangsa-bangsa yang ada di dunia sebagaimana esensi revolusi yang dipimpin imam Khomeini. sebagai bangsa yang ingin mempertahankan kemerdekaan dan berdiri di atas kaki sendiri, Iran dalam meraih kemerdekaan melalui banyak kesulitan, ujian, dan perjuangan sama seperti bangsa indonesia. Meraih kemerdekaan berbeda dengan mempertahankan kemerdekaan ada banyak bangsa di dunia secara lahiriah sudah meraih kemerdekaannya. Tapi, para penjajah masih menjajah dengan bentuk yang berbeda dengan berbagai kekuatan ekonomi, politik, dan sebagainya."Ujar Prof. Dr. Hosein Mottaghi.
Ditampilkan pula film dokumenter negara iran dengan pengisi suara Dr. Otong Sulaeman, memperlihatkan bahwa walaupun banyak ditekan oleh barat dengan berbagai cara. Namun, mampu tetap meraih pencapaian yang luar biasa dalam beragam bidang, segudang prestasi iran diantaranya kemajuan di bidang sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, dan nuklir. Tidak hanya ini, kemajuan iran bertentangan kacamata filsafat ilmu barat yang menganggap agama dan iptek ialah dua ihwal yang saling bertentangan, bangsa iran dapat membuktikan prestasi diraihnya tanpa harus mengorbankan antara agama ataupun iptek.
Video analisis Republik Islam Iran terkait pada perkembangan kontemporer dengan mengangkat tema "Reaksi Dunia terkait, khususnya Amerika Serikat dan Sekutu-Sekutunya terhadap Revousi Islam Iran", disebabkan belum bisa hadir secara langsung, seorang aktivis internasional dan dosen di university of Sidney yang bernama Dr. Tim Anderson, memberikan pidato dan menunjukkan sikap pro-palestina dan mendukung perlawanan melawan sekutu iran.
Diantara beberapa karyanya seperti "The Dirty War on Syiria" dan " Axis of Resistance : "Towards and Independent Middle East" beliau menyebutkan Amerika Serikat dan Israel sangat terobsesi dengan Iran karena Iran merupakan negara yang kuat serta mandiri yang mendukung perlawanan beliau juga menambahkan bahwa Amerika Serikat dan Entitas Zionis menggunakan dalih apapun untuk membuat iran tidak stabil dan dan menciptakan kerusuhan baru di seluruh Republik Islam.
Analisis "Tantangan Geopolitik Revolusi Islam Iran" dipaparkan oleh pembicara kedua Dr. Dina Y. Sulaeman terkait sejarah terbentuknya negara timur tengah membentuk negara suriah, irak, atau lebanon, pada sejarahnya tidak seperti itu pembentukan negara itu sifatnya arbitrer suka-sukanya imperialis zaman itu inggris dan prancis. mereka awalnya menjajah kawasan tersebut kemudian memberikan kesempatan merdeka kemudian mereka yang mengendalikan untuk melanggengkan kekuasaan mereka sehingga tidak bisa lepas dari aktor-aktor ini. Merujuk pada buku "International Politic of Middle East", mengungkapkan kekuatan imperialis membagi wilayah timur tengah menjadi banyak negara lemah atau negara-negara pinggiran yang bergantung pada negara pusat yaitu negara barat seperti amerika bersama sekutunya inggris dan prancis. bila tidak mengikuti keputusan negara pusat seperti Iran maka akan diganggu akan berusaha diarahkan oleh negara-negara pusat ini.
Pembicara Dr. M. Najih Arramadloni sebagai Sekretaris Badan Penagulangan Eksttremisme MUI membahas tema "Revolusi Islam Iran dan Geopolitik Timur Tengah : Krisis Suriah". Sebagai WNI yang sempat mengenyam pendidikan mengikuti perkembangan secara lansung konflik yang terjadi di Suriah, menurut beliau ini merupakan tragedi kemanusiaan yang paling buruk di abad ke-21, dalam rentang waktu 12 tahun semenjak tahun 2011 hingga saat ini krisis belum berhenti bahkan dampaknya bertambah parah. Salah bukti satu tempat bersejarah yang dihancurkan Masjid Umayyah oleh kelompok ISIS oleh beberapa negara asing seperti Amerika. Suriah menjadi salah satu negara yang paling menderita saat ini disebabkan musibah terus menerus terjadi, Perang simetris (terjadi di seluruh lini) Persenjataan, Logistik, Politik, Media, Dll. Seperti perang isu hoax yang paling keji digunakan membesarkan perang ini seperti pembantaian kaum Sunni oleh pemerintahan kaum Syiah yang sebenarnya tidak punya sejarah memiliki konflik Sunni dan Syiah kebanyakan itu orang asing yang masuk ke Suriah pada dasarnya di Suriah mayoritas Sunni yang hidup harmonis dengan aliran dan agama lainnya".
Turut hadir Dr. Asep Kamaluddin Nashir sebagai pembicara ke-4 menjabat sebagai Ketua Umum Asosisasi Ilmuwan membahas tema "Hubungan Internasional Indonesia (AIHII)". Yang pertama kali membangun program nuklir itu adalah Amerika di Iran tahun 1950, di saat masih berhubungan baik dan dekat antara Iran dan Amerika. Tetapi, seiring dengan perjalanan waktu Amerika berpaling 360 derajat, menjadikan Amerika melihat Iran dengan Ainus Shukti (Pandangan Negatif) bukan lagi Ainur Ridha (Pandangan Positif), apapun yang dilakukan oleh Iran meskipun itu kebaikan tetap saja dianggap sebagai sebuah kejahatan.
Pada saat kepemimpinan Almadinejad dari tahun 2005 sampai 2013 yang didukung penuh oleh Wali Faqih yaitu Ayatullah Ali Khamenei. Setiap adanya pelarangan dan penentangan Amerika Serikat terhadap pengembangan program nuklir Iran, Walaupun, dilakukan embargo membuktikan Iran semakin kuat banyak melahirkan terobosan teknologi dan karya-karya yang membanggakan inilah profiling negara ideal secara dalam konteks mengurus rakyat yang menggunakan kecerdasan manusia tetapi butuh campur tangan Tuhan".
Seminar internasional yang digelar secara hibrida tidak mengurangi semangat dalam mengikutinya secara tatap muka juga melalui online, beberapa peserta yang dapat hadir secara langsung dari kalangan Akademisi, Peneliti, dan Mahasiswa. seminar ini berakhir hingga sore hari dengan sesi foto bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H