Entah apa yang tengah dihadapi negeri ini, bencana sambung menyambung seperti tdak ada habisnya. Musim hujan, bahkan tergolong ekstrim di beberapa daerah belum betul-betul berlalu. Banjir yang diakibatkannya juga belum betul-betul surut. Namun, kabar tentang kebakaran hutan sudah muncul. Dalam chnel youtube sekretariat presiden, Presiden Joko Widodo mewanti-wanti beberapa gubernur untuk mewaspadai kebakaran hutan yang terjadi di daerah mereka.
Kebakaran hutan yang biasanya 'menyambangi' Indonesia di musim-musim kemarau, bahkan sudah dilaporkan terjadi sejak Januari 2021. Padahal puncak kemarau diprediksi baru akan terjadi dibulan Agustus atau September. Karena itu, sungguh sangat mengherankan jika kebakaran hutan sudah terjadi sjak awal tahun. Bahkan konon di Provinsi Riau, pemerintah setempat telah menetapkan status bencana darurat untuk kebakaran hutan dan lahan. Aneh tapi nyata... Ketika sebagian daerah masih berjibaku dengan banjir, sebagian daerah lain justru berjibaku dengan kebakaran hutan dan lahan.
Banya ahli sejak dulu telah mewanti-wanti bahwa Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Posisinya yang berada di ring of fire, ditambah banyaknya retakan-retakan yang bisa memicu kejadian gempa bumi tentu sudah sangat mengkhawatirkan. Kali ini, ditambah bencana-bencana yang disebabkan oleh anomali cuaca. Tentu saja, pemerintah dan seluruh komponen masyarakat harus mewaspadai kejadian-kejadian seperti ini. Harus dipastikan kesiapan aparat, peralatan, dan segala hal yang menyangkut kebencanaan siap terutama di daerah-daerah yang rawan bencana.
Kembali ke masalah kebakaran hutan dan lahan, tentu bencana ini bukan bencana sepele. Kita masih ingat bagaimana saudara-saudara kita di beberapa daerah kesulitan bernafas akibat kejadian serupa di tahun-tahun sebelumnya.
Bahkan juga diberitakan ada korban nyawa yang melayang. Oleh karena itu, belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya, segalanya perlu diantisipasi. Perlu dipikirkan, bagaimana mengantispasinya, bagaimana jika kebakaran hutan dan lahan tersebut semakin meluas, dan bagaimana jika kabut asap kembali terjadi? tentu saja tidak melulu harus pemerintah, tapi kolaborasi dari semua pihak sangat diperlukan.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi bukan di puncak musim kemaru tentu menjadi peringatan dini dan sinyal bahaya. Ketika hujan masih turun, bahkan dengan intensitas yang tinggi, kebakaran hutan justru terjadi. Pertanyaannya, bagaimana jika musim kemarau tiba? Akankah lebih meluar dan lebih parah? Secara logika, jawabaanya adalah YA.
Oleh karena itu, sedini mungkin perlu diteliti penyebab-penyebab kejadian kebakaran hutan dan lahan tersebut. Jika bukan karena faktor alam dalam hal ini musim kemarau, apakah ada penyebab lain? Faktor manusia misalnya? Atau faktor kesalahan pengelolaan hutan dan lahan? Dalam hal ini, juga perlu tindakan tegas dari pemerintah jika diketahui ada oknum-oknum masyarakat yang mengelola hutan dan lahan secara tidak benar, sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.
Hal lain yang perlu dipikirkan adalah tindakan setelah kejadian kebakaran hutan dan lahan tersebut. Perlu segera dilakukan penghijauan kembali atau reboisasi. Sisa dari kebakaran tersebut tidak boleh dibiarkan gundul, apalagi diserahkan untuk dikelola oleh perusahaan dan dijadikan perkebunan.
Harus diingat, alih fungsi hutan di Indonesia menjadi perkebunan sudah sangat massif. Selain mengancam ekosisten alami, tentu pada ujungnya ini juga akan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat di sekitar hutan tersebut. Ambil saja contoh banjir kalimantan. Walau kita tidak bisa menutup mata terhadap curah hujan yang ekstrim, tapi menurut beberapa ahli, banjir tersebut juga dipicu oleh hilangnya hutan di beberapa kawasan di kalimantan.
Diperlukan komitmen dari semua pihak untuk tetap menjaga kelestarian hutan. Kita tidak boleh mengorbankan kelestarian hutan, demi kepentingan ekonomi. Di masa depan, bisa jadi sebatang pohon yang menyerap air dan menghasilkan oksigen menjadi lebih berharga dibanding sebongkah emas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H