Lihat ke Halaman Asli

Dosen dan Konsentrasi Kibul

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

”Aku terlahir sebagai satu diantara banyak siswa yang kebingungan setelah lulus MA-sederajat SMA-, Aku belum mempunyai pilihan dimana aku harus kuliah, beginilah pemuda desa yang tak tahu apa itu program studi, apalagi SKS”

Tepatnya tahun 2011, aku melanjutkan kuliahku di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan kebetulan aku masuk diJurusan Ilmu Komunikasi (Ikom) Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM). Saat itu, aku belum tahu pasti apakah aku nyamandengan jurusanku saat ini. Tapi apa daya, ku jalani saja. Haha..

Semester satu ku jalani. Suatu saat, aku mendapat tugas presentasi mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi bersama anggota kelompokku dengan seseorang berinisial Rika Lusri Virga sebagai dosen pengampu matakuliah tersebut. Beliau heran menyimak presentasi kami, karena materi yang seharusnya kami dapat di semester dua telah terlebih dahulu kami sampaikan kepada teman-teman kelas, dan kami faham betul itu. Agar penyampaian materi kami tidak terlalu jauh, akhirnya beliau mengalihkan pembahasan pada konsentrasi jurusan Ilmu Komunikasi, yakni Advertising dan Public Relation.

Tentang kedua konsentrasi tersebut aku tidak banyak tahu, aku hanya menyimak pembahasan beliau yang menurutku penting dan bermanfaat untuk selanjutnya. Tampaknya, beliau memang faham betul tentang kedua hal tersebut, sampai-sampai aku pun dibuatnya mengangguk-angguk.Beliau memaparkan, bahwa kami akan memilih konsentrasi pada semester empat nanti, dan itu sesuai minat kita. Aku pun telah mempunyai bayangan apa yang harus ku pilih nanti. Tapi, ada yang membuatku penasaran dan kaget setalah mendengar pemaparannya. Karena, menurut dia kedua hal itu menganggap bahwa bohong adalah sikap yang legal dan sah-sah saja. Apa itu benar?

Penasaranku semakin menggumpal, seminar advertising dan public relation ku ikuti. Tapi belum juga menjawab rasa penasaranku. Sampai akhirnya, aku mememukan jawaban meskipun masih samar-samar di semester tiga. Memang kedua konsentrasi tersebut melegalkan kebohongan dan itu sah menurut orang yang mendalami salah satu atau keduanya. Karena itu penting mereka lakukan, semisal dalam menciptakan dan memelihara brand.

Merefleksi kedua kibulitas konsentrasi tersebut, aku ingat kampung halamanku. Orang tuaku memintaku agar menjadi orang yang jujur kapanpun dan dimanapun, mereka menyuruhku untuk berhati-hati. Tapi, jauh dari Tuban sana, di sini aku hanya mendapatkan ilmu kibul di semester tiga. Astaghfirullah..

Alhamdulillahnya, orang tuaku belum tahu apa yang ku pelajari disini. Andai saja aku ditanya, “nak, setelah lulus nanti apa profesimu?”, pasti aku akan menjawab, “itu mak, pasang iklan di pinggir-pinggir jalan”. Dan itu jawaban yang diberikan Rama Kertamukti ketika ditanya oleh bapaknya.

Tidak hanya masalah kibulisme, aku juga memperhatikan beberapa dosen yang menurutku tidak begitu pandai dalam menyampaikan materi. Betapa tidak, ada beberapa dosen yang tidak bisa ngajar hanya karena proyektornya rusak, lampu mati, laptopnya error dan lain sebagainya. Huh, masih layakkah mereka menjadi dosen kami?. Katanya sih, disini tuh tempatnya dosen eret-eret.

Parahnya lagi, ada dosenku pengampu mata kuliah komunikasi organisasi. Suatu saat dia mengajar di kelasku.Setelah beliau memberi salam pembuka, beliau menyalakan laptop dan menyambungkan kabel proyektor pada laptopnya. Lama kami menunggu mendengar ceramahnya, ternyata beliau tidak tahu cara membuat tampilan materi yang akan beliau sampaikan pada power point menjadi fullscreen. Haha...

Hmmm, beginilah mahasiswa yang sebelumnya tak tahu apa itu ilmu komunikasi. Hanya bisa memasang telinga saat para dosen berceloteh tentang kibulisme konsentrasi di program studi Ilmu Komunikasi fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan tak lupa meratapi dosen-dosen yang kurang mampu.

Dosen bukanlah dewa atau Tuhan yang selalu benar, dan mahasiswa bukanlah keledai yang selalu diam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline