Penayangan cerita pendek yang mempromosikan LGBT di laman daring suarausu.co berbuntut panjang. Saat cerpen berjudul "Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku Di Dekatnya" (KSMKDDD) dimuat pertama kali pada 12 Maret 2019, belum ada pihak yang bereaksi.
Namun begitu dipromosikan di media sosial instagram, berbagai komentar negatif dari warganet membanjir. Setelah melalui serangkaian proses mediasi, Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Runtung Sitepu akhirnya memutuskan memecat seluruh pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Persma Suara USU. Pasalnya, pihak redaksi pers mahasiswa tersebut tidak mau mengakui bahwa cerpen yang dimuat itu sebagai sesuatu yang salah.
Pihak kampus dalam pernyataan tertulisnya menuding cerpen tersebut mengandung unsur LGBT dan pornografi "yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bingkai kebhinnekaan". Sementara itu, Yael Stefani Sinaga, sang penulis cerpen yang juga Pemimpin Umum Suara USU menyangkal dirinya mempropagandakan LGBT.
"Tidak ada, karena pure saya tidak mengkampanyekan LGBT. Saya tidak mengajak orang untuk menjadi LGBT. Tapi saya ingin menunjukkan kalau ini ada diskriminasi terhadap LGBT. Aku mau menyampaikan kalau kita jangan pernah diskriminasi dengan golongan minoritas," katanya di Medan, Selasa (26/3) sebagaimana dilansir voaindonesia.com.
Tulisan ini tidak akan membahas polemik keabsahan pemberhentian 18 orang pengurus Suara USU yang hari ini ramai disoroti kalangan wartawan dan LSM HAM di dunia maya. Esai ini akan fokus pada topik "apakah cerpen KSMKDDD tidak mengajak orang menjadi LGBT?" seperti klaim sang penulis.
Membedah Dalih Yael
Seperti diketahui, salah satu faktor yang membuat cerpen ini viral adalah potongan narasi yang dimuat di unggahan instagram Suara USU. "Apa yang salah? Bedanya aku tidak menyukai laki-laki tapi aku menyukai perempuan walau diriku sebenarnya juga perempuan."
Demikian dikutip dari paragraf keempat yang memantik reaksi publik karena dianggap secara vulgar membela eksistensi LGBT sebagai sesuatu yang normal dan tidak salah.
Hal ini senada dengan pernyataan sang penulis kepada para wartawan. "Aku hanya ingin menyampaikan, ya jangan ada diskriminasi. Rektor tetap kukuh LGBT itu dilarang. Apalagi cerpen-cerpen seperti ini dipublikasikan di ranah akademis, katanya itu tidak pantas. Rektor memang tidak terima tentang LGBT. Mereka anggap di mana pun LGBT itu seperti hina," jelasnya. (voa.indonesia.com)
Cerita pendek yang terdiri dari 6.393 karakter ini memang berkisah tentang kegundahan seorang gadis bernama Kirana Cantika Putri Dewi. Kirana merupakan anak dari pasangan pengusaha kayu jati terbesar di Sumatera dengan seorang wartawati lokal yang menggeluti isu Hak Asasi Manusia.
Tragisnya, sang ayah kemudian wafat karena strok setelah ditipu jutaan dollar AS oleh rekan bisnisnya. Tak lama berselang ibunya menjadi buronan pemerintah dan "hilang tanpa jejak" sesudah menulis kritikan tajam tentang kebohongan pemerintah di masa krisis moneter itu. Sialnya, Kirana lalu tinggal bersama kakek yang hanya bisa menghujat idealisme ibunya.