Sekitar 13 tahun lalu, saat masih kelas satu SMA saya mengikuti semacam pesantren kilat berjudul "Diskusi Ramadhan Berkesan". Inilah pintu gerbang saya aktif di Rohis. Di situ saya terpukau oleh materi Manajemen Cinta oleh lelaki ini. Darinya saya mengenal nama ulama besar DR. Abdullah Nashih Ulwan.
Lalu di 2010, ketika saya melalui momen sakral paling berat yang pernah saya lalui dalam hidup: perikatan mitsaqan ghaliza, lelaki ini memberi khutbah nikah. Jauh sebelum tuan qadi alias Pak Penghulu datang, ia sudah hadir. Dahsyat sekali isi pesan beliau. Sungguh berbekas dan jadi modal saya dan istri mengayuh biduk rumah tangga.
Dua pekan lalu. Saya diamanahkan menjadi moderator seminar parenting dalam rangka Milad SDIT Sahabat Al Qur'an dengan tema "Al-Qur'an, Sebab Kemuliaan Keluarga Kita". Lagi-lagi lelaki ini hadir di samping saya menjadi narasumber bersama istrinya.
Kesungguhan mereka mendidik anak dengan adab Islam telah mengantarkan seluruh putrinya menjadi penghafal Quran. Si sulungnya wafat dengan menggenggam hafalan 21 juz di Ma'had Al Muqaddasah li Tahfidzhil Qur'an, Ponorogo. Putri keduanya yang juga hafizah berusia 19 tahun baru saja disunting seorang putra ulama yang sedang menuntut ilmu di Al-Azhar, Kairo. Si bungsunya yang masih kecil juga sudah punya hafalan banyak yang membuat saya malu dan tidak layak dibandingkan.
Saya ingat betul tausiyahnya agar rumah kita dibuat jadi lingkungan yang menyenangkan tetapi tetap qur'ani. Jika lingkungan kita tak terjamin bebas infiltrasi nilai jahili, maka jangan biarkan anak bertandang ke tetangga. Tapi buatlah anak-anak jiran betah bermain di rumah kita dan warnai mereka dengan nilai-nilai kebaikan.
Selain itu beliau menasehatkan agar sedari kecil anak kalau diajak jalan-jalan itu ke masjid-masjid besar yang indah bukan ke mal atau pusat perbelanjaan. Ajak anak jumpai ulama besar dan minta doa darinya, bukan temui selebritis dan minta tandatangan serta wefie bersamanya. Bahkan beliau anjurkan supaya motivasi anak menghafal Quran semakin mantap disulut dengan hadiah umrah ke tanah suci. Soal rezeki selalu ada jalan katanya. Masya Allah.
Lelaki ini sungguh menginspirasi. Beliau lahir di Pulau Banyak, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 3 November 1969. Ia hidup dalam deru kesulitan ekonomi. Dituturkannya ia pernah tak makan nasi 2 tahun. Selama itu paling banter keluarganya hanya mengunyah ubi dan sagu. Tapi cita-citanya tak kendor. Doa orangtuanya membuat semangatnya membaja.
"Tuliskan cita-cita Bapak dan Ibu. Begitu juga anak-anak," ujarnya. Beliau mengaku ketika SD menulis di buku catatan nama beliau dengan titel Profesor, Doktor, LC dan MA. Bukan iseng tapi impian. Siapa nyana kin beliau sudah doktor. Sarjana di Al-Azhar, Mesir. Lanjut S2 di Jamia Milia New Delhi dan S3 di University of Lucknow, India. Setiap hari beliau mengisi tabligh akbar, seminar, kajian, halaqah hingga ceramah di televisi. Sejumlah video ceramah beliau berseliweran di youtube.
Yang membuat saya semakin termotivasi adalah gairah menulis lelaki ini. Setiap harinya ia menulis kolom di koran tertua di Medan, Mimbar Umum. Di media lain ia menulis lepas. Sejumlah buku juga sudah diterbitkannya. Masya Allah...
Lelaki ini adalah cendekia yang aktivis. Ia orator ulung yang shalih. Ia ulama yang teguh pendirian. Idealismenya tak goyah disodori rupiah bahkan fasilitas mewah. Dakwahnya melanglang buana ke mancanegara. Terakhir beliau adalah Ketua Forum Dai Asia Tenggara. Ia juga Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN Sumut dan Ketua STAI Jam'iyyah Mahmudiyyah, Tanjung Pura. Pernah menjabat Ketua IKADI Sumut sebelum bergiat sebagai Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Sumatera Utara.
Sebagai bakti pada kampung halamannya tanah Melayu ia juga membangun Pesantren Kampong Qur'an dan bahasa Arab. Warbyasah. Allahu Akbar!