Lihat ke Halaman Asli

Anugrah Roby Syahputra

Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Utara. Menulis lepas di media massa. Bukunya antara lain Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Kepemimpinan Pengeluh dan Budaya Koruptif

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1350029915451297448

[caption id="attachment_211181" align="alignnone" width="620" caption="Wakapolri Komjen Nanan Sukarna. Sumber: Kompas.com"][/caption] Semua orang yang masih punya nurani pasti sedih ketika membaca berita Kompas.com Kamis kemarin. Dengan entengnya,  Wakapolri Komjen Nanan Sukarna mengatakan, penghasilan kecil merupakan salah satu sumber korupsi. Korupsi sulit dihindari karena berbagai faktor, termasuk pengaruh dari lingkungan. Hal itu diungkapkan Nanan saat mengisi Seminar Nasional Komisi Kejaksaan di Hotel Atlet Century, Jakarta Selatan, Kamis (11/10/2012). "Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya? Karena ini menjadi salah satu sumber kenapa kita sulit memberantas korupsi," kata Nanan saat Seminar Nasional Komisi Kejaksaan RI di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (11/10/2012). Lebih miris lagi ketika beliau yang terhormat berujar, "Angkat tangan yang sudah bersih? Yang hanya hidup dari gaji saja, coba? Jadi, kita enggak usah munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga," katanya. Saat Nanan melontarkan pertanyaan itu, para peserta seminar hanya tersenyum. Tak ada satu pun di antara mereka yang mengangkat tangan. Ia  menerangkan, praktik korupsi tak hanya karena sistem yang tidak benar, tetapi juga berasal dari pimpinan dan anggota. Ia mengatakan, anggota atau sebagai bawahan harus tegas menolak penyimpangan yang terjadi di lingkungannya atau pimpinannya. Bawahan harus memiliki keberanian melawan praktik korup. "Keberanian bawahan dalam rangka menjaga institusi dan jaminannya itu yang susah. Takut dicopot (jabatan), misalnya," terang Nanan. Saya kira logika Pak Nanan ini sudah jungkir balik.  Ada beberapa poin kekoplakan logikanya. Pertama, soal gajinya yang belum cukup. Oke, kalau untuk level pion di frontline masih debatable soal kesejahterannya. Tapi seorang Komisaris Jenderal juga masih kurang gajinya? Wah, kalau begitu saya rasa masalahnya ada di rasa syukur yang kurang. Karena dunia sudah menguasai hidupnya. Hati sudah terkunci dari kebahagiaan yang hakiki dan diselimuti kabut kegelapan materi. Kedua, logika aneh yang menyalahkan bawahan. Yang disalahkannya hanya bawahan yang tidak berani menolak. Padahal dalam sebuah institusi, umumnya para anggota bergerak atas instruksi atasan. Apalagi dalam lembaga yang punya sistem rantai komando ketat seperti Kepolisian. Kalau Komandan sudah pura-pura batuk saja, anggota harus paham apa kemauannya. Justru karena sudah parahnya lingkaran setan korupsilah yang membuat anak buah "takut untuk hidup lurus". Kalau ada yang idealis, dijamin akan dikucilkan oleh institusi. Bisa dicopot jabatannya atau dicampakkan ke tempat "kering". Malah kalau Komandannya meneladankan hidup bersih dan berani menindaknya, insya Allah seluruh bawahannya tak akan berani korupsi. Paling banter curi-curi kesempatan, asal tidak ketahuan. Intinya, sudah seharusnya semua lembaga negara introspeksi diri. Tunjukkan kinerja yang baik dulu. Tunjukkan bahwa kita ingin melayani dan mengayomi masyarakat. Tumbuhkan kepercayaan publik dengan rasa cinta. Bukan dengan kebencian, ancaman dan sikap sok jago petantang-petenteng para aparat di hadapan rakyat sipil. Saya berbahagia sekali kemarin ketika Komandan saya, super boss Direktur Jenderal datang ke kantor untuk memberikan pengarahan kepada kami, para pegawainya.  Sang Komandan secara tegas mengungkapkan, "Kalau ada pejabat atau pegawai kita yang menerima uang, memeras, menyalahgunakan wewenangnya, atau dalam bahasa lainnya melakukan KKN, tidak akan saya lindungi karena dia adalah pengkhianat yang berkhianat pada korps ini." Entah mengapa mendengar ini saya jadi teringat kasus Simulator SIM. Mungkin masih ada yang mencibir ala Wakapolri tadi, "Ah, nggak usah munafiklah."  Tapi Sang Komandan tersebut yang masih berusia muda dan energik itu mengatakan, "Kalau dulu mengatakannya saja (anti korupsi-pen) susah, sekarang  mengatakannya mudah, tinggal kepatuhan kita dalam menunaikan Nilai-Nilai Institusilah yang akan menjaganya." Meski masih jauh dari sempurna, melakukan evaluasi dan introspeksi adalah jalan terbaik bagi semua lini birokrasi yang harusnya melayani masyarakat.  Ketimbang harus mengeluh dan curhat di depan publik yang sesungguhnya sebagian besarnya banyak yang jauh lebih menderita daripada kita. Apalagi para pimpinan institusinya. Kalau Presiden sudah terlanjur punya gaya hidup suka mengeluh, biarlah itu menjadi style-nya. Cukup beliau saja. Tidak untuk kita dan Presiden yang akan kita pilih setelahnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline