Lihat ke Halaman Asli

ANUGRAH FITRADI

Aman Fathin

Mimin, si ringan rangan

Diperbarui: 17 Desember 2015   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar. Mimin berjoget di depan speaker keyboard (doc. Pribadi)

Mimin, begitulah panggilannya. Sosok seorang pemuda yang usianya sekitar 20-an. Di kabupaten Aceh Tengah sudah tidak terlalu asing lagi dengan beliau dan tidak sulit untuk menemuinya sebab ia sering berada ditempat-tempat acara pesta baik itu pernikahan ataupun sunatan yang hiburannya ada keyboard. Beliau sering hadir disana, entah bagaimana caranya beliau bisa tahu kalau ada acara pesta. Hadirnya beliau tersebut bukannya untuk bertamu sebagai undangan dan juga bukan dari pihak tuan rumah (yang mengadakan acara pesta). Walaupun acara tersebut berlangsung di dekat rumah ia tinggal dan bisa juga jauh sampai ke luar Kecamatan, bisa ia datangi.

Beliau yang beralamat di Kampung Tebes Lues Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah ini memang sedikit memiliki kekurangan kejiwaan tapi tidak gila. Gayanya lucu, kocak, tidak banyak berbicara, acuh tak acuh dan tak pernah mengganggu orang lain malahan beliau sering membantu pihak tuan rumah yang mengadakan pesta yakni mau mengumpulkan piring-piring tamu undangan yang sudah kotor dan sekali-kali juga ia mau mencuci piring di acara pesta.

Yang lucu lagi dari beliau adalah ia sering bertingkah nyentrik dengan berjoget mengikuti irama musik keyboard tersebut, ia berjoget bukan di atas panggung namun berjoget sambil berdiri di depan speaker keyboard yang ukurannya besar. Kalau seandainya kita yang berdiri disana pasti tidak akan tahan karena telinga kita akan tuli mendengarkan kerasnya suara musik keyboard tersebut.

Ada pengalaman penulis dengan beliau sewaktu penulis mengadakan acara pesta pernikahan adik penulis, beliau dengan sifat “ringan tangan”nya mau melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang lain. Dan sampai saat selesai acara tersebut pada sore harinya, beliau menghampiri penulis dengan berbicara dengan kata-kata kurang jelas serta sambil menunjuk-nunjuk baju penulis. Awalnya penulis bingung apa sebenarnya yang ia bicarakan dan akhirnya penulis mengerti bahwa beliau meminta baju bermotif batik yang penulis pakai saat itu. Sambil bercanda penulis memberikan baju selain baju batik, ia menolak. Akhirnya penulis beri ia baju batik sebagai tanda terima kasih atas bantuannya yang ia lakukan di acara pesta pernikahan itu.

Sebenarnya janganlah kita mengucilkan orang-orang yang mengalami kelainan kejiwaan apalagi menghinanya, sebab pasti ada perbuatannya yang ia lakukan itu dapat membantu orang-orang di sekitarnya, misalnya sosok Mimin ini.

Tidak menyangka bahwa ada orang yang memiliki kelainan kejiwaan itu melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang normal, sungguh ia bisa dijuluki si “ringan tangan”. Apa sebenarnya yang ada di dalam benaknya? Siapapun tidak tahu, hanya dirinya sendiri dan Tuhan Yang Maha Kuasa yang tahu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline