Lihat ke Halaman Asli

anugraha hillal

Mahasiswa UIN Jakarta

Pindah Kerja Pinjol untuk Mencari Rasa Aman

Diperbarui: 22 Juli 2024   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi dari frost-arnett

Desk collection atau penagihan hutang secara daring jadi pekerjaan Citra selama 4 tahun setelah lulus dari bangku sekolah. Pekerjaan ini diambil karena ada pilihan yang sesuai dengan mintanya semasa sekolah.

"Selama pandemi ga banyak lowongan pekerjaan, yang ada cuma ini, dan kebetulan langsung diterima." katanya.

Karena pekerjaan di bidang ini tidak memiliki batasan latar belakang jurusan tertentu. Selain itu, dengan benefit serta gaji yang menggiurkan menjadi salah satu daya tarik baginya. Pekerjaan ini memang menyerap tenaga kerja. Satu kantornya saja, ada lebih dari ratusan karyawan.

Setiap harinya, Citra dan rekannya menghubungi ratusan debitur melalui Whatsapp. Dari banyaknya debitur yang ditagih, tidak sedikit yang engga untuk membayar dengan alasan lupa atau disengaja. Pengalaman yang parah pernah ia alami selama bekerja di bidang ini, adanya tindakan debitur yang melecehkan bahkan sampai mengancam dirinya.

"Waktu saya hubungi, ada salah satu debitur yang tidak koperatif dan melontarkan kata-kata kasar" katanya sambil mengingat-ingat momen tersebut.

Pekerjaan menagih hutang ini tidak mudah. Mereka bekerja dengan beragam macam aturan ketat dari Otoritas Jasa Keuagan (OJK). Menagih para debitur dengan bahasa kasar merupakan pelanggaran berat. Selain itu, gaji yang diterima tidak bersih karena harus mengeluarkan modal untuk membeli kartu perdana yang terblokir karena dianggap spam oleh sistem Whatsapp. Perusahaan tempat dia bekerja tidak menyediakan fasilitas tersebut untuk melakukan penagihan.

"yang bikin saya jengkel tuh kalo saat penagihan nomor yang digunakan gabisa. Jadi harus ganti dan registrasi dari awal. Setiap harinya, aku pribadi ngeluarin uang buat beli kartu perdana sampai 20 ribu." keluhnya.

Selain itu, lingkungan tempat kerjanya masih sering terjadinya praktik-praktik pelecehan seksual pada perempuan. Ia pernah mengalami hal tersebut waktu perusahaan menerapkan kerja dikantor yang sebelumnya work from home (WFH).

"waktu awal masuk kantor, ada temen sekantor yang nyamperin meja aku dan melontarkan kata-kata ejekan yang kesannya menurutku melecekan" ungkapnya.

Belum lagi, sikap atasan yang membuatnya merasa takut. Karena jika tidak sesuai target, atasanya akan menerapkan hukuman yang tidak sewajarnya dan dipermalukan oleh rekan-rekan satu profesi. Hal itu yang akhirnya membuat ia memutuskan untuk pindah ke perusahaan lain yang lebih mensejahterakan karyawannya.

"Kalo sekarang si jauh banget dari kata toxic ya, udah gitu dapet temen kerjanya perempuan semua jadi minim lah dari kata pelecehan seksual" ujarnya sembari tersenyum.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline