Lihat ke Halaman Asli

Pertemuan Terakhir

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku selalu tahu dari apa yang tidak kau ketahui sekalipun. Kamu sama saja seperti mereka. Kamu tahu? Aku datang dari pulau seberang untuk menemuimu. Sungguh, hanya untuk kamu...

Kita berjanji untuk bertemu di tempat ini. Pemandangan yang indah. Aku jarang menemukan tempat seperti ini sebelumnya, pun tidak di kotaku. Angin dingin menampar-nampar wajahku sedari tadi, membuat kulit pipiku terasa menebal.

Aku menunggumu sejam yang lalu. Menunggu itu tidak mengenakkan. Kata orang, seperti menunggu jerawat besar dan bernanah di pipimu yang kian membesar dan akhirnya meletus. Yeahh...meletus seperti ban pecah tertusuk paku. Kamu tahu? Aku sangat tidak bisa melihat keterlambatan. Itu akan membuatku naik pitam. Kuteguk perlahan-lahan Cappuchino yang sedari tadi setia menemaniku. Dua gelas sudah kuhabiskan, hanya untuk menunggumu.

********

Kulihat kamu berjalan memasuki pintu café ini. Tubuh tegap, dada bidang dan senyumanmu itu, seketika menghapus kesalku padamu karena menunggu. Sekian lama akhirnya kita bertemu. Hanya situs-situs jejaring itu yang selama ini menghubungkan kasih kita. Hasrat kita, cinta kita yang kian membara.

Aku berdiri dan menyambutmu. Kubentangkan kedua lenganku yang menggantung di udara. Kamu berlari kecil menghampiriku. Kamupun menyambut bentangan tanganku. Kita berpelukan, erat. Kulingkarkan lenganku memeluk tubuhmu yang kokoh. Kulekatkan pipiku di dadamu yang luas itu. Kucium wangi tubuhmu, wangi sabun yang selalu saja kurindukan dari tubuhmu. Kamu pasti baru saja mandi sebelum menemuiku. Aku tahu, kamu membasuh tubuhmu untuk menghilangkan wangi lain.

"apa kabar hun?" tanyamu melepaskan pelukan, akupun melepaskan lingkaran lenganku di tubuhmu.

Pasti wajahku memerah. Kulit putihku tidak dapat menutupi warnah merah itu. Darahku berdesir, dari ubun-ubun hingga ke pangkal kaki. Aku sangat merindukan suara itu. Suaramu yang selalu membuatku melayang. Suaramu yang agak serak, selalu saja membuatku mabuk. Suaramu seperti candu, bercampur dengan aliran darahku.

"kabarku baik" kataku berusaha menyembunyikan wajahku yang tersipu. Aku hanya rindu.

Kita kemudian saling menatap. Pandangan kita menyatu. Kuselami bening kedua bola matamu yang hitam pekat. Dan akupun tahu, kamu pasti sedang mengagumi bola mataku yang berwarna coklat muda ini. Katamu, mataku tak dapat membuatmu tidur. Kamu tidak akan pernah beranjak tidur sebelum menikmati fotoku yang kutitipkan di hampir seluruh social media. Kamu tidak pernah bosan menikmati setiap garis senyumku yang berbeda-beda di tiap fotoku. Ah...jujur, Aku memang gampang percaya dengan seseorang. Apalagi kalau kamu yang mengatakannya. Aku tidak pernah memfilternya.

"Hun...sebelumnya Aku minta maaf. Waktuku tak banyak. Andai saja kamu datang sejam lebih awal. Kita akan bisa berbincang lebih lama. Tapi Aku harus berangkat ke bandara setengah jam lagi. Aku sengaja datang ke sini untuk menemuimu dan menyerahkan hadiah ini langsung ke kamu. Happy birthday ya hun. Seluruh doa untukmu, semoga kamu bahagia selalu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline