Lihat ke Halaman Asli

Qurban Kepentingan

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

130312261092330950

Idil Adha atau lebih dikenal dengan Hari Raya Qurban lahir dari kesadaran religi seorang Ismail yang rela mengorbankan nyawanya karena perintah Tuhan. Terkisahkan, sang ayah (Ibrahim) bermimpi diperintahkan Tuhan untuk mengorbankan anak kesayangannya, Ismail. Ketika mimpi ini diceritakan pada Ismail, serta merta Ismail menyetujuinya. Ketika keduanya hendak melaksanakan perintah Tuhan itu, setanpun tampil mencegah namun keduanya tetap teguh, setan keduanya lempar pakai batu. Puncaknya, ketika Ismail akan disembelih ayahnya, muncullah perintah Tuhan untuk mengganti qurban yaitu Ismail dengan seekor qibas. Inilah yang dijalankan dalam prosesi ibadah Haji bagi kaum muslim.

Di tengah masyarakat kita, terutama di pemerintahan, muncul fenomena yang mirip. Entah sudah insting atau meniru Ismail, mereka punya kerelaan yang tinggi dalam melaksanakan apa pun perintah atasan. Bahkan untuk melindungi kepentingan atasan, mereka akan berbohong sebisa mereka. Lebih jauh lagi, mereka bahkan rela menggantikan pemimpinnya ketika sang pemimpin bersalah; bersalah di mata hukum sekalipun.

Banyak sebutan untuk bawahan seperti ini. Ada yang menyebutnya “penjilat”, “kaki tangan”, “centeng”, dan lainnya. Satu yang pasti, mereka sebenarnya adalah “qurban” yang dikorbankan untuk melindungi kepentingan dari sang pemimpin atau kita sebut saja “Qurban Kepentingan”. Yang luar biasa, mereka rela untuk dikorbankan. Ya, mirip Ismailah!

Satu hal yang pasti, sudut pandang mereka sangatlah berbeda. Ismail berkorban untuk memenuhi perintah Tuhan, suatu zat yang tertinggi, atasan dari siapapun mahluk di bumi. Sementara para “Qurban Kepentingan” berkorban untuk atasan mereka yang suatu saat tentu akan dipanggil oleh “Atasan Tertinggi”, yaitu Tuhan. Jika sang atasan telah dipanggil “Atasan Tertinggi” atau “Atasan Tertinggi” membalikan nasib sang atasan, bagaimana nasib para “Qurban Kepentingan”?

Seharusnya semua ini disadari para “Qurban Kepentingan”. Seharusnya semua sadar bahwa seberapa besarpun loyalitas dan kerelaan berkorban pada atasan, semua pasti akan berakhir.

Namun semua terkembali pada kita semua. Manusia kan telah dibekali akal untuk menganalisa setiap kebijakan yang dia ambil. Mau jadi “Qurban Kepentingan” atau tak ingin membela yang salah, itu tergantung pada pribadi masing-masing. Toh, semua akan ada resikonya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline