Lihat ke Halaman Asli

Saiful Anwar

Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung

Mahasiswa Dilarang Lelah

Diperbarui: 20 Januari 2019   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dok. pribadi)

Rombongan teman saya ini memang brengsek. Maksud saya, mereka seperti sengaja mengejek mental saya yang loyo. Lha gimana, praktis selama hampir setahun ini saya tidak melakukan apa-apa, tak ada satu pun gagasan, konsep terlebih karya nyata. Satu tahun pula saya tak pernah menjumpai mereka. Kok Kamis kemarin mak bedunduk mereka ngajak kumpul, makan-makan pula. "Wajib datang," begitu tulisnya di wasap yang dikirim. 

Harap tahu saja, rombongan mereka ini seperti kumpulan manusia yang tak mengerti arti kata lelah, energinya tak habis-habis. Saya jadi curiga, jangan-jangan di punggungnya ada tempat baterai. Mereka rajin sekali bikin ini, bikin itu. Kegiatan ini, kegiatan itu. Loncat sana loncat sini.

Mula-mula bikin buletin kecil-kecilan. Terus aktif cuap-cuap di radio. Lanjut pula angkat kamera suting sana, suting sini. Tak cukup itu, yang edit video juga mereka, yang mengisi suara juga mereka sampai menyimpan dan mengunci kembali lemari kamera juga mereka. Lama-lama kampus tempatnya belajar itu, akan dikuasai mereka.

Yang terakhir itu, saya hanya bercanda. Jika memang demikian adanya, ya sudah tidak apa-apa tapi tidak setahun dua ini. Mungkin juga sepuluh tahun lagi rombongan ini justru akan bikin kampus sendiri. Siapa yang tahu?

Lebih kurang dua semester, 2016/2017, saya pernah membersamai mereka belajar. Selama itu pula justru mereka yang banyak memberi, apapun itu bentuknya. Sebaliknya, saya cuma bisa menerima tiada pernah berkesempatan memberi. Hanya memberi tak harap kembali, bagaikan surya menyinari dunia. Lagu itu pas untuk mereka.

Mereka teman-teman saya ini adalah mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, sekarang sudah semester tujuh. Semester depan sudah KKN, semester depannya lagi nyusun skripsi dan semester berikutnya wisuda. Setelah itu, nggak tahu mereka mau kemana. Menikah, kerja dan pindah negara, itu bisa juga. Kecuali mereka berkumpul dan mau bikin negara, tentu beda cerita.

Secara kuantitas, mereka hanya sembilan orang, saya menyebutnya kelas wali songo. Secara kualitas, mereka lebih dari satu fakultas.

Mereka ini mewarisi gen orang Indonesia. Sangat Indonesia, bahkan. Seperti tentara kita yang selalu mendapat hati di belahan dunia manapun. Tentara kita yang diutus untuk bantuan perdamaian di luar negeri selalu mendapat sambutan luar biasa. Sebut saja mau apa, tentara kita bisa. Bikin rumah, bisa. Bikin sumur, bisa. Mengajar, bisa. Masak, bisa. Apapun saja, bisa dikerjakan. Rombongan teman saya ini juga seperti itu. Apa saja bisa.

Buktinya, kami berkumpul atas inisiatif mereka. Belanja, masak, menyiapkan tempat sampai bikin kopi, mereka semua.
Tak tahu lagi saya harus bilang apa. Yang jelas, terimakasih saja tak cukup untuk kebaikan dan semangat mereka. Saya jadi yakin, suatu saat nanti nama mereka akan tercatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban Bangka Belitung.
"Makaseh, jok."

Pangkalpinang, 18/1/'19
Foto: Makan bersama KPI 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline