Pertengahan Juni lalu, putri sulung saya mengikuti perpisahan yang diadakan di sekolahnya yang tak jauh dari rumah kami. Sesuai dengan arahan dari gurunya, hari itu putri saya datang dengan mengenakan pakaian hari Rabu yakni batik dan membawa 2 bungkus nasi kuning untuk konsumsi.
Malam sebelumnya, kami sekeluarga baru tiba dari bandara setelah menghabiskan 10 hari di Pulau Jawa untuk berlibur sekalian mengunjungi kerabat suami.
Perpisahan di sekolah anak saya sendiri bisa dibilang cukup sederhana. Acaranya hanya berupa penampilan dari anak-anak yang dilanjutkan dengan pengalungan medali dan toga tanda anak-anak sudah lulus dari TK.
Selain itu juga diumumkan peringkat anak-anak baik TK A maupun TK B. Nah, untuk tahun ini, rupanya putri saya tidak berada di urutan 3 besar seperti saat dirinya masih duduk di TK A tahun sebelumnya.
Mungkin teman-teman bingung bagaimana bisa di sekolah TK bisa ada peringkat 1, 2 dan 3? Saya sendiri tentunya juga tidak bisa menjawabnya mengingat hal tersebut adalah kebijakan dari sekolah.
Dalam pikiran saya sendiri, tentunya jenjang pendidikan TK belum seharusnya ada peringkatnya mengingat pelajarannya yang masih bermain dan pengenalan terhadap huruf. Bisa jadi memang ada capaian-capaian tertentu dari anak yang dinilai oleh guru yang menjadi pertimbangan dalam memberikan peringkat.
Menurunkan ekspektasi pada anak
Sebagai orang tua, tentunya akan hadir rasa bangga ketika anak kita bisa mencapai prestasi tertentu. Momen-momen saat anak bisa berdiri, berjalan, berbicara merupakan momen yang biasanya akan selalu diingat oleh orang tua.
Lalu ketika anak mulai memasuki usia sekolah, kita juga akan merasa senang jika anak bisa mendapat nilai bagus atau mendapat pujian dari sekitarnya terkait
Saat saya mengetahui anak saya mendapat peringkat 1 di jenjang TK A dulu, jujur saya kaget karena ini benar-benar di luar dugaan.