Lihat ke Halaman Asli

Berbagi Syukur

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah sebagian anugerah Tuhan-Ku, untuk menguji apakah aku bersyukur atau kufur (QS. An-Naml [27]: 40)

Ting tung, ponselku berbunyi. Sebuah tanda bahwa ada sms masuk. Setelah ku lihat ternyata terdapat beberapa ucapan selamat ulang tahun. “Happy Birthday masku sayang. Semoga di sisa umurnya akan menjadi keberkahan. Semoga menjadi suami dan ayah yang sholeh ya”. Sms dari drq. Rosidah Indriyatmi. Itu memang harapanku dek untuk menjadi suami yang senantiasa membahagiakan istrinya dan ayah yang membanggakan untuk anak-anaknya. Kemudian ada salah seorang temanku dengan sms: “00.27 wib. Selamat ulang tahun ke-27 Pak Ketum SUMBER. Semoga dilancarkan semua urusannya, segera berjodoh dengan Bu Skretaris ditandai dengan akad nikah. Amien. Si Bungsu Sumber”. Tiada ucapan yang pantas kecuali ucapan terima kasih kepada Si Bungsu Sumber ini. Namun ada ucapan yang menurutku spesial, bukan karena ucapannya namun siapa yang mengucapkan dan di saat yang tepat pula. Begini smsnya: “Met ultah, barakallah atas umurnya, semoga selalu sehat, diberkahi dan lancar rezekinya, Amien”.

Umurku sudah 27 tahun pada hari ini. Berbicara masalah umur, banyak nikmat yang aku dan kita dapatkan darinya. Seharusnya kita semua bersyukur. Mendengangar kata-kata syukur, terdapat sedikit rasa penasaran. Apa sih sebenarnya yang harus dan kita lakukan dari kalimat syukur itu? Selama ini kita mengenal bahwa syukur itu adalah sebuah ungkapan terima kasih yang keluar dari lisan kita. Namun yang menjadi pertanyaan adalah; adakah kaitannya antara kalimat yang terucap dengan tindakan setelahnya? Sejenak hal ini membuat kita berpikir (afala ta’qilun?).

Teringat peristiwa dahulu di kampus ketika terjadi perbincangan hangat bersama teman-teman tentang makna syukur ini. Berkatalah seorang teman, Ma’ruf biasanya teman-teman memanggilnya; “Ar Raghib al-Isfahani seorang pakar tafsir mengartikan Syukur yaitu gambaran tentang nikmat dan manampakkannya ke permukaan. Pengertian ini mengerucut pada asal katanya yaitu syakara (membuka), sehingga ia merupakan lawan kata dari kafara (menutupi)”. “Kemudian temanku yang dianggap paling bijak menambahkan, Abu Dzar, syukur itu mencakup 3 hal: 1. Syukur dengan hati atas anugerah yang diberikan. 2. Syukur dengan lisan, mengakui anugerah dan memuji pemberinya. 3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah sesuai dengan tujuan penganugerahannya”. Diskusi ringan dan hangat seperti inilah yang terkadang membuatku ingin kembali berkuliah. Senang rasanya.

Menarik sekali 3 ungkapan syukur dari temanku di atas, Abu Dzar, namun yang lebih menarik lagi adalah ungkapan ke 3 yaitu syukur perbuatan dengan memanfaatkan setiap anugerah sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Kalimat ini memiliki makna yang sangat dalam dan luas kalau sejenak kita mencoba berpikir. Coba kita runtut dari hal yang paling nampak di mata kita. Kita dianugerahkan kedua tangan, telinga, kaki, mata dan satu mulut. Hal ini mengandung implementasi syukur menurutku. Artinya kita senantiasa dianjurkan untuk bekerja keras dengan kedua tangan dan kaki kita, senantiasa memperhatikan nikmat dan karunia yang dianugerahakan terhadap kita dan senantiasa mendengarkan lebih banyak nasihat-nasihat dari pada bergumam tidak jelas, menggosipkan kejelekan orang lain dan lain sebagainya. Banyak hal yang kita dapati dari kata syukur ini. Di dalam contoh lain yaitu syukur terhadap jabatan/kedudukan yang kita tempati saat ini. Mungkin pada saat ini kita berada pada kedudukan yang sangat tinggi di sebuah daerah (Bupati atau walikota) atau bahkan di sebuah negara (president). Tanggung jawab jabatan ini tidak serta merta menjadi kesenangan namun terdapat konsekwensi syukur di dalamnya. Seorang bupati/walikota bertanggung jawab atas kesejahteraan, keamanan, keadilan rakyatnya. Seorang pemimpin seharusnya tidak rela ketika menitik air mata di pipi rakyatnya. Seorang pemimpin seharusnya merasa bersalah ketika semakin banyak “peminta/pengemis” dalam daerah kekuasaannya. Dan banyak lagi seharusnya yang lain. Banyak contoh pemimpin yang bisa diduplikasi seperti Nabi Muhammad, Umar Bin Khattab dan Umar Bin Abdul Aziz yang tidak bisa tidur nyenyak sebelum seluruh rakyatnya dapat tidur pulas dan tercukupi kebutuhannya. Selanjutnya anda boleh mengartikan syukur dari anugerah yang Allah berikan kepada kita dengan catatan sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkannya kepada kita semua.

Bagaimana denganku? Syukurku kali ini kuungkapkan dengan sebuah artikel. Aku ingin berbagai pengetahuan tentang apa dan bagaimana kita mengungkapkan rasa syukur. Terima kasih kepada semua kawan-kawan yang telah berdo’a untukku. Alhamdulillah aku sudah 27 tahun. Sukses selalu untuk kita semua, amien. Itu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline