Lihat ke Halaman Asli

Anton Sudibyo

Jurnalis kampung

Membongkar Empat Rahasia Ganjar-Yasin

Diperbarui: 6 September 2020   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ganjar Pranowo dan Taj Yasin usai pelantikan 5 September 2018. Foto: Kompas.com 

Jamak terjadi pasangan kepala daerah sudah berkonflik bahkan sejak hari pertama dilantik. Tapi Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maemoen sudah genap dua tahun memimpin jateng tanpa masalah berarti. Tetap rukun dan harmonis.

Kalau kata Gus Yasin, kuncinya pada komunikasi. Sebagai wakil dan lebih junior di pemerintahan, ia tak sungkan belajar dan bertanya pada Ganjar. Pun sebagai gubernur, Ganjar tak pelit ilmu. Ia selalu diskusi dengan wakilnya sebelum memutuskan sesuatu.

Untuk perkara beginian, Ganjar emang jago. Sebelum dengan Gus Yasin, dia sudah pengalaman berharmonis ria dengan Heru Sudjatmoko. Wakilnya di periode pertama dulu. Kala itu meski sebagai gubernur, sesungguhnya Ganjar adalah junior. Baik secara usia maupun durasi mengenyam bangku pemerintahan. Keduanya mampu melewati masa lima tahun dengan gemilang.

Mencermati dua pasangan ini, Ganjar-Heru dan Ganjar-Yasin, saya menemukan empat faktor penting yang menjadi rahasia harmonisnya kepala daerah.

Pertama, niat awal. Apa niat sebenarnya seseorang ingin jadi gubernur, walikota, bupati. Niat awal ini akan berpengaruh besar pada perjalanan selanjutnya dan otomatis mempengaruhi hubungan dengan pasangan. Kalau salah satu saja punya ambisi berkuasa untuk kaya, hubungan dengan pasangan tidak bakal langgeng. Pasti perang.

Apalagi kalau gubernur dan wakilnya bersaing mencari proyek atau gede-gedean setoran. Wassalam. Rakyat gak bakal diurusi dan kemajuan daerah hanya mimpi yang tak bakal terwujudkan.

Kedua, dana kampanye pilkada. Kerap ditemui seseorang nyalon dengan dana dari pengusaha atau cukong. Sangat pasti si cukong akan menagih pengembalian dana ketika calonnya jadi. Kalau gubernur dan wakilnya sama-sama punya cukong, ya akan rebutan proyek, ujung-ujungnya cekcok.

Atau bisa jadi dana kampanye pasangan hanya dari salah satunya saja. Misal dari calon gubernurnya atau calon wakilnya. Yang mengeluarkan dana terbesar akan merasa berhak menguasai proyek karena butuh pengembalian dananya. Gelut lah mereka.

Ketiga, keluarga, teman, atau kolega partai. Lingkaran ini luar biasa besar pengaruhnya. Mereka bisa minta proyek, jual beli jabatan, mengajukan proposal bantuan, atau sekedar memberi info yang tidak benar.

Kalau keluarga wakil dapat proyek, keluarga gubernur pasti cemburu. Teman gubernur dapat jabatan direktur BUMD, teman wakilnya akan minta juga, kolega separtai gubernur dapat bantuan pembangunan masjid, kolega separtai wakil akan mengejar bantuan pondok pesantren. Kalau salah satu merasa tidak kebagian, hembusan hoax akan menyebar hingga jadi fitnah tak berkesudahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline