Jika menjadi muslim lebih sah (qualified) karena kecerdasannya, fakta sejarah berkata lain. Tanpa bermaksud merendahkan para sahabat Rosulullah Saw, Bilal bin Rabbah sepertinya jauh dari kriteria tersebut. Justru kita melihat bahwa banyak tokoh-tokoh cerdas dan berpengaruh pada masa itu menjadi penentang paling militan dakwah nabi. Meski banyak juga tokoh cerdas dan berpengaruh yang menjadi garda terdepan yang masuk Islam.
Keteguhan iman Bilal sangat mengagumkan!. Dijemur, disiksa, ditindih batu besar, Bilal tetap kokoh mempertahankan keislamannya. Di sisa-sisa tenaganya dia masih menegaskan diri mengucapkan kata "ahad, ahad!" menegaskan keesaan Allah Swt hingga Abu bakar Ash Shidiq datang untuk membebaskannya. Berislam adalah panggilan jiwa. Setiap orang punya cara yang sangat privat antara dirinya dan Tuhan.
Apakah kita berani mengatakan keislaman Bilal tidak qualified hanya karena berasal golongan budak?. Bukankah yang paling banyak menerima ajaran Islam diawal-awal adalah kalangan bawah (Mustad'afin)?. Bagaimana bisa seseorang budak memiliki keteguhan iman yang kian kokoh?
Ingatlah! Berislamnya kita semata-mata adalah karena Allah mengetuk jiwa kita. Jangan pernah merasa berislamnya karena seaolah-olah pilihan kita sendiri, entah karena logika atau kapasitas intelektual kita. Mungkin salah satu pintunya bisa melalui inteletualitas namun yang meanggil jiwa kita sejatinya Allah Swt. Paman nabi Abu Thalib adalah sosok yang begitu dekat membela nabi bahkan jiwa raganya dipertaruhkan untuk melidungi nabi. Namun takdir menggariskan beliau wafat dalam kondisi belum berislam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H