Lihat ke Halaman Asli

anton

Mahasiswa S2 Kajian Sejarah FISIP UNNES, Guru SMA

Risalah Para Pengkhianat yang Dikhianati (Kisah Klasik Abad 13-14 di Jawa)

Diperbarui: 8 Februari 2023   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://i.pinimg.com/originals/bd/f8/0c/bdf80c8b761b45176efe8598014135d7.jpg

Berawal dari sakit hati lalu berbuah pengkhianatan. Itulah yang dirasakan Adipati Sumenep Arya Wiraraja. Ketajaman analisisnya mengenai potensi pemberontakan dalam negeri dimentahkan Prabu Kertanegara (1248-1268 M). Bukan saja ditolak nasehatnya, raja terakhir Singosari itu memutasinya jauh dari pusat kerajaan yakni di Sumenep. 

Arya Wiraraja menerima keputusan itu meski dalam keadaan berat dan kecewa.Kertanegara tetap melanjutkan politik ekspansinya ke tanah Melayu (Ekspedisi Pamalayu tahun 1275). Baginya siapapun yang menghalangi misinya harus disingkirkan. 

Ekspedisi ini harus dilakukan, atau Singosari akan dihancurkan sehancur-hancurnya oleh Mongolia. Kertanegara telah  memprediksi bahwa Singosari akan menjadi target selanjutnya. Mongolia telah menguasai Cina, Persia, Tibet, Korea, India Utara dan Baghdad.

Bagaimanapun Kertanegara harus menggalang kekuatan dengan kerajaan Melayu. Ancaman sudah begitu dekat di depan mata. Singosari tidak akan sanggup melawan imperium Mongolia sendirian. Tapi apa mau dikata, Kertanegara sudah terlanjur melampiaskan amarahnya kepada Meng Khi sang utusan. Telinganya putus setelah membacakan surat dimuka Kertanegara agar raja itu tunduk pada Mongolia.

Mendorong Jayakatwang melakukan serangan ke Singosari
Arya wiraraja sangat mengetahui seluk-beluk kelemahan dan kelebihan Singosari. Kertanegara terlalu berani dan ambisius tanpa melihat detail kekuatan dalam negeri kerajaan. Ambisi telah melumpuhkan akal sehat Kertanegara. Arya wiraraja menyadari bahwa keamanan Singosari terancam karena sebagian besar pasukan dikerahkan ke Sumatera.


Sakit hatinya belum juga sembuh atas kebijakan Kertanegara yang congkak. Melihat kekosongan tesebut, Arya Wiraraja mengirim surat kepada Adipati Gelang-gelang Jayakatwang. Surat tersebut berisi analisis dan waktu yang tepat untuk melakukan kudeta. 

Jayakatwang sendiri merupakan besan dari Kertanegara. Demi meredam konflik antar wangsa, Kertanegara mencoba mengikat tali persaudaraan dengan Jayakatwang yang berasal dari wangsa Kediri. Kertanegara menikahnya Putrinya Tribuaneswari dengan putra Jayakatwang yakni Ardharaja. Meskipun tali persaudaraan telah diikat dengan pernikahan namun dendam itu tetap membara.

Arya Wiraraja tahu bahwa Jayakatwang memiliki keinginan untuk mendirikan kembali wangsa Kediri yang telah di rebut oleh Ken Arok (Buyut Kertanegara). Keinginan itu hanya tersimpan dalam hati karena Jayakatwang tidak memiliki momentum yang tepat untuk mengambil alih kekuasaan. Pada mulanya Jayakatwang tidak yakin dengan usulan Arya Wiraraja karena sangat beresiko tinggi. Namun akhirnya Jayakatwang menuruti nasehat Adipati Sumenep itu.
 
Disebarlah telik sandi Gelang-gelang memastikan rencana penyerangan bisa berjalan lancar mengingat Singosari bukanlah kerajaan yang pantas disepelekan. Ardharaja yang juga merupakan menantu Kertanegara telah bersekongkol dengan para teliksandi itu. Sebuah pengkhianatan yang dilematis. 

Disatu sisi ia adalah menantu Kertanegara, namun disisi lain ia juga merupakan putra Jayakatwang. Antara wangsa dan cinta bercampur menjadi satu. Seandainya kudeta ini berlangsung lancar, maka dimasa depan ia adalah pewaris sah dinasti Kediri. Ardharaja memilih meninggalkan istrinya mendukung Gelang-gelang.
 
Hari penyerangan itu tiba. Jayakatwang dengan pasukan Jaran Guyangnya melakukan serangan pancingan dari utara, lalu disusul dengan serangan mematikan dari Selatan Singosari. Serangan itu berhasil mengobrak abrik seisi kerajaan. Pasukan Gelang-gelang akhirnya berhasil menemukan Kertanegara yang sedang melakukan ritual dengan meminum arak. Dalam kondisi mabuk, Kertanegara berhasil dibunuh oleh Jayakatwang.

Raden Wijaya berserta pengikut setianya melarikan diri ke Sumenep. Dalam pelarian menuju Sumenep, pasukan Gelang-gelang nyaris membunuh Raden Wijaya dan keluarga. Beruntungnya Raden Wijaya dikelilingi oleh tokoh-tokoh setia dan pilih tanding seperti Lembu Sora, Ranggalawe, Nambi dan lainnya. Mereka semua adalah para pendiri Majapahit kelak yang mati secara tragis akibat fitnah. Seandainya tokoh-tokoh itu tidak menyertai Raden Wijaya dalam pelarian, bisa dipastikan Raden Wijaya beserta keluarga akan mati dilumat tentara Gelang-gelang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline