Lihat ke Halaman Asli

Filsafat Hukum Positivisme dalam Analisis Kasus Hukum dan Mazhab Hukum Positivisme

Diperbarui: 18 September 2024   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama   : Anton Romadon Saputra

Nim     : 222111218

Kls       : 5F HES

Kasus: Kasus pencurian sepeda motor di parkiran sebuah mall besar.

Analisis dengan Pandangan Positivisme Hukum:

Filsafat hukum positivisme berpendapat bahwa hukum adalah sekumpulan aturan yang dibuat oleh manusia dan berlaku secara formal, terlepas dari nilai moral atau keadilan yang terkandung di dalamnya. Hukum positif hanya sah jika telah melalui proses pembentukan yang benar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Penerapan pada Kasus:

  • Hukum yang Berlaku: Dalam kasus ini, hukum yang berlaku adalah undang-undang tentang pencurian. Hukum ini secara jelas mengatur tentang unsur-unsur tindak pidana pencurian, sanksi yang dapat dijatuhkan, dan prosedur hukum yang harus diikuti.
  • Fakta Kasus: Fakta-fakta yang ditemukan dalam kasus ini, seperti adanya laporan kehilangan sepeda motor, rekaman CCTV, dan keterangan saksi, akan menjadi dasar untuk membuktikan apakah unsur-unsur tindak pidana pencurian telah terpenuhi.
  • Penerapan Hukum Secara Formal: Hakim akan menerapkan hukum secara formal dengan cara mencocokkan fakta-fakta yang terbukti dengan unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang. Jika unsur-unsur tersebut terpenuhi, maka pelaku dapat diputus bersalah dan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Tidak Memperhatikan Aspek Moral: Dalam pandangan positivisme, hakim tidak perlu mempertimbangkan aspek moral atau keadilan dari suatu perbuatan. Yang penting adalah apakah perbuatan tersebut melanggar hukum yang berlaku atau tidak. Misalnya, jika pelaku pencurian adalah seorang anak yatim piatu yang mencuri untuk bertahan hidup, hakim tidak perlu mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi pelaku dalam menjatuhkan hukuman.
  • Kepastian Hukum: Tujuan utama dari penerapan hukum secara positivistik adalah untuk menciptakan kepastian hukum. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti perbuatan apa saja yang dilarang oleh hukum dan sanksi apa yang akan diterima jika melanggarnya.

Kritik terhadap Pandangan Positivisme dalam Kasus ini:

  • Kekakuan: Pandangan positivisme yang terlalu kaku dapat mengabaikan aspek keadilan dan kemanusiaan. Dalam kasus di atas, seorang anak yatim piatu yang mencuri karena terpaksa mungkin tidak mendapatkan perlakuan yang adil jika hanya dilihat dari sudut pandang hukum positif semata.
  • Kurangnya Fleksibilitas: Hukum positif cenderung bersifat statis dan sulit beradaptasi dengan perubahan zaman dan kondisi sosial. Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan dalam kasus-kasus yang melibatkan situasi yang kompleks dan unik.

Mazhab hukum positivisme merupakan salah satu aliran filsafat hukum yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hukum modern. Meskipun memiliki kelebihan dalam menciptakan kepastian hukum, mazhab ini juga memiliki kekurangan dalam hal keadilan dan moralitas. Oleh karena itu, dalam penerapan hukum, perlu adanya keseimbangan antara aspek formalitas hukum dengan nilai-nilai keadilan dan moralitas.

Mazhab hukum positivisme telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan sistem hukum di Indonesia. Namun, penerapan positivisme secara murni juga memiliki keterbatasan. Untuk menciptakan sistem hukum yang lebih baik, perlu dilakukan keseimbangan antara aspek formalitas hukum dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline