Belakangan ini, Wacana soal perampasan aset kembali berkembang, bahkan muncul desakan, agar RUU Perampasan Aset yang kabarnya telah digagas sejak 2012 tersebut segera disahkan. Meruaknya kasus-kasus kekayaan pejabat negara yang diduga tidak wajar, dianggap bisa lebih efektif diproses dengan mekanisme Perampasan Aset, sebagai instrumen hukum. Perampasan aset atau pemiskinan dinilai lebih memberikan efek jera, dibandingkan pidana badan, dalam pemidanaan kasus-kasus korupsi. Untuk itulah RUU Perampasan Aset dinilai semakin menunjukkan urgensinya.
Meski sudah ada UU TPPU, namun instrumen tersebut dinilai masih terbatas, dengan mekanisme penyitaan aset berupa rekening bank. Tapi aset berupa tanah, kendaraan, saham, instrumen belum mumpuni. Inilah kelemahan dari TPPU.
Di kalangan akademisi/peneliti, salah satu isu korupsi adalah lemahnya pemulihan aset dari korupsi. RUU perampasan aset menjadi instrumen yang baik dalam konteks Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maupun tindak pidana lain. Pasalnya, Sejumlah ahli menilai, hukuman badan dinilai kurang memberikan efek jera dalam kasus-kasus korupsi sebagai kejahatan berdimensi ekonomi, sehingga perlu diperberat dengan pemiskinan melalui mekanisme perampasan aset.
Lalu, Mengapa RUU Perampasan Aset Belum juga disahkan ?
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum (PUKAT FH) UGM Yuris Reza Setiawan dalam sebuah wawancara menyatakan, barangkali banyak pejabat publik yang tidak suka dengan RUU ini, sehingga RUU Perampasan Aset belum juga masuk prolegnas prioritas. Pasalnya dijelaskan Yuris, dalam RUU Perampasan Aset, yang ditarget adalah asetnya, sehingga ketika pejabat publik memiliki aset keyakaan yang tidak bisa dibuktikan secara sah, aset tersebut menjadi milik negara.
Perampasan aset dilakuan tanpa harus melalui proses pidana. Follow the money, aset tidak hanya keuangan, tapi segala bentuk aset. negara bisa merampas harta pejabat publik yang tidak bisa membuktikan aset tersebut diperoleh secara sah, tanpa proses pidana. ini menjadi instrumen sangat bagus dalam kasus beberapa hari ini, banyak pejabat publik ketahuan tidak sesuai dengan profil.
Menurut Yuris, RUU Perampasan Aset sudah mulai digagas sejak 2012, berawal dari amanat konvensi internasional anti korupsi, yang diratifikasi Indonesia. Hal tersebut mendorong negara-negara untuk memiliki mekanisme melakuan perampasan aset tindak pidana.
Tulisan ini disarikan dari wawancara Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum (PUKAT FH) UGM Yuris Reza Setiawan, di sebuah Radio Swasta Nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H