Lihat ke Halaman Asli

Dirgahayu 'Kompas'

Diperbarui: 29 Juni 2015   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Melakoni hidup adalah sebuah panggilan. Menjalani hari-hari yang adakalanya harus melalui tikungan, tanjakan, hingga jurang terjal berbatu adalah sebuah laku yang memang harus ditempuh. Itulah esensi sebuah panggilan. Panggilan untuk tetap ada, menjadi ada, dan terus ada.

Laku dan lakon hidup yang tidak melulu mulus itu bisa menjadi pelajaran paling berharga. Atau sebaliknya bisa membuat surut untuk kemudian lenyap dari catatan sejarah. Itu mengapa bertambahnya usia seringkali diperingati, dirayakan, dan diberi penanda. Doa, ungkapan syukur, pesta, hingga tumpengan adalah sederet seremoni yang sering kita temui pada setiap setiap ulang tahun.

Bulan Juni menjadi penting bagi harian KOMPAS. Tahun ini KOMPAS genap berusia 50 tahun. 28 Juni 1965 lalu, KOMPAS terbit untuk pertama kalinya. Saya sempatkan untuk membuat catatan ini karena selama hampir 20 tahun terakhir saya hidup bersamanya.

Ya, saya hidup bersama KOMPAS hingga hari ini. Ia selaksa kuliah kehidupan bagi saya; guru kehidupan; tempat saya belajar meracik kalimat demi kalimat dalam setiap tulisan yang saya buat; tempat saya melongok pandangan para ahli, mengenal mereka, dan belajar dari mereka. KOMPAS juga menjadi ajang pergumulan intelektual saya (jika diperkenankan meminjam istilah keren itu).

Sehari tanpa KOMPAS seperti kehilangan sesuatu yang tidak terperi dengan apa pun. Seorang kawan yang singgah di tempat saya terheran-heran karena sekujur tepat tidur saya berserakan KOMPAS. "This is my life, not your...", kata saya tanpa ragu-ragu. Kawan tadi hanya mengulum senyum, tidak berkomentar.

Bahagia sekali kemaren tulisan pendek saya bisa mewakili sekian juta pembaca KOMPAS. Saya merasa mendapat kehormatan untuk bisa titip tulisan dan nama saya di edisi khusus ulang tahunnya. Saya tidak peduli ada berapa puluh karya dan tulisan yang saya kirim tetapi baru satu yang dipublikasikan. Satu hal yang selalu menjadi keyakinan: ditolak tidak lantas rugi. Tetapi tidak diterima akan membuat saya belajar dan terus belajar darinya. Dirgahayu KOMPAS, tetaplah jadi uruping urip dan jayalah sepanjang masa!

Yogyakarta, siang menuju sore; 29 Juni 2015




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline