Lihat ke Halaman Asli

Cinta dan Agama

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam masyarakat plural (suku, adat istiadat, agama, sistem sosial) seperti di Indonesia, perkawinan bisa jadi sulit bahkan memakan proses panjang dan membosankan. Sebutlah misalnya si A laki-laki beragama C dan si B perempuan beragama D. Kedua orang ini punya agama yang berbeda satu sama lain.Namun pengaruh karena patrilineal yang masih cukup kuat , maka si B (perempuan beragama D), akhirnya harus mengikuti si A sang suami. Contoh si A dan B ini bukan sekedar umpamanya saja, tetapi pasti sering terjadi di lingkungan sekitar kita bahkan mungkin keluarga, sahabat dan kenalan. Lantas, saya bertanya-tanya: apa hubungannya cinta dengan iman seseorang? kalau saya mencintai seseorang, bukankah keyakinan imannya itu sangat privat baginya? keyakinan imannya adalah miliknya, kok musti diseragamkan? toh ada pasangan yang dapat bertahan meski berbeda agama. Saya kasihan dengan seorang teman gadis yang menikah lantas mengikuti agama suaminya. Saya bilang kepadanya, “kok kamu mau sih ngikut agama suamimu”, jawab teman tersebut, “ya…mau bagaimana lagi…aku cinta dia”. Setelah mendengar jawabanya, saya berpikir, “cinta tetaplah cinta, tidak boleh menghalangi kebebasan dan keyakinan seseorang tentang agamanya”. Yang namanya cinta, pasti semakin mengembangkan seseorang, menghargainya sebagai pribadi yang luhur. Setiap orang punya kebebasan atas apa yang diyakininya sebagai jalan yang menghantarnya ke surga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline