Lihat ke Halaman Asli

Greenflation: Apakah akan terjadi di Indonesia?

Diperbarui: 25 Januari 2024   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konsep Green Negara Industri Mapan vs Negara Indonesia

Green artinya hijau. Apa yang timbul dibenak kita apabila mendengar kata hijau? Apa itu hijau, apakah sama konsepnya dengan berkelanjutan? Jika hijau diartikan sebagai upaya mencapai keberlanjutan dengan transisi energi melalui investasi peralatan berteknologi canggih yang terlebih dahulu ditemukan oleh negara-negara perekonomian maju, tentu cost push inflation akan terjadi. Merujuk pada klasifikasi IMF, Indonesia dikategorikan sebagai ASEAN 5 atau negara perekonomian berkembang. Sementara itu, menurut IMF, negara perekonomian maju antara lain adalah negara Austria, Belgia, Kanada, Hongkong, Spanyol, Inggris, Swedia, Swiss, Amerika Serikat, dsb. Di negara Inggris, contohnya, mahalnya peralatan pembangkit listrik ramah lingkungan dan rencana ambisius pemerintah untuk transisi energi menyebabkan kenaikan upah dan kenaikan harga barang (Forbes, 2023). Pertanyaannya, apakah kondisi Indonesia sama dengan negara-negara maju dalam mengupayakan transisi energi? Jika dibandingkan dengan negara-negara industri yang sudah lebih dahulu maju, daerah-daerah di Indonesia umumnya berada pada posisi less industrialized. Artinya, bagaikan memandang optimis gelas setengah penuh dan setengah kosong sebagai gelas setengah penuh, Indonesia justru diuntungkan. Tuhan memberi kita kesempatan untuk secara hati-hati merencanakan pengunaan sumber energi ramah lingkungan, khususnya untuk perindustrian. Sederhananya, seperti ada pepatah yang mengatakan, lebih baik mencegah daripada mengobati, karena mengobati akan mengeluarkan biaya lebih mahal. Dalam hal transisi energi hijau, ibaratnya Indonesia berada pada posisi mengupayakan untuk 'mencegah', sementara negara industri maju sedang mengupayakan untuk 'mengobati', karena sumber energi yang terlebih dahulu dibangun di negara perekonomian maju seperti pembangkit listrik tenaga batu bara, nuklir, dan ragam pembangkit listrik tenaga minyak bumi ternyata menimbulkan dampak lingkungan yang masif. Jika disikapi dengan benar, dalam hal ini belajar dari konsekuensi lingkungan pembangkit listrik di negara maju dan berinovasi memanfaatkan potensi lokal untuk menciptakan pembangkit listrik ramah lingkungan, maka greenflation dapat dicegah.

Menuju Transisi Energi Berbiaya Rendah

Transisi energi hijau sebaiknya tidak langsung dikaitkan dengan investasi besar-besaran menggunakan peralatan berteknologi canggih yang ditemukan lebih dahulu oleh SDM di negara perekonomian maju. Konsep green sebaiknya dipandang sebagai sebuah tradisi yang bersifat holistik, tidak hanya terdiri atas unsur materi melainkan juga melibatkan unsur budaya, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta religiositas. Dapat kita bayangkan bersama, bagaimana aneka budaya dan suku di Indonesia mempengaruhi dinamika proses transisi energi di negara kita. Perbaikan kualitas SDM melalui pendidikan akan menghasilkan SDM-SDM lokal yang mampu terus menerus berinovasi menciptakan sumber energi ramah lingkungan dengan harga terjangkau. Selain itu, iman pada Tuhan mengajarkan kita kesadaran untuk bijaksana dalam memanfaatkan SDA, yang sebetulnya merupakan prinsip keberlanjutan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline