Lihat ke Halaman Asli

Ibu Guru di Rumah

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjadi guru ternyata tidaklah gampang, membutuhkan kesabaran ekstra, kreatifitas dan rasa humor yang tinggi tapi tetap disiplin. Bagaimana memadukan ketiga aspek diatas agar anak yang kita bimbing bisa mengerti apa yang kita ajarkan. Saya bukanlah seorang guru, hanya seorang ibu rumah tangga yang melanjutkan tugas bapak dan ibu guru di rumah.

Dari yang saya amati, ketika anak ditekan untuk belajar, yang ada hanyalah rasa stress dan frustasi dari sang anak. Menangis, ingin lepas dari waktu belajar itu. Dan saya mulai mencari cara, bagaimana membuatnya tertarik untuk belajar.

Ketika saya menulis dan anak saya juga ingin menulis maka saya menyediakan selembar kertas dan juga pensil untuknya. Awalnya saya selalu saja mengarahkan dia untuk menggambar yang benar, tetapi dia tidak suka. Dia hanya ingin melakukannya dengan caranya sendiri, tidak ingin diajarkan. Menggambar apa saja yang ada dalam imajinasinya. Dan sejak saat itu saya membiarkan dia dengan dunianya, ketika dibutuhkan dan minta digambarkan maka pada saat itu saya akan membimbingnya.

Berhitung, dari angka 1-10 untuk awalnya. Dilanjtkan dengan 11-20. Awalnya begitu susah, karena baginya semua itu kelihatan tidak menarik. Bagaimana caranya membuat dia tertarik? Rupanya dengan metode bercerita lebih manjur. Misalnya Dogy memiliki 2 buah apel, dan caty memiliki 3 buah apel, berapa jumlah semua apel mereka, atau apel siapakah yang lebih banyak. Kelihatannya anak saya suka cara ini dan lebih cepat baginya untuk paham. Suasana belajar yang tidak menegangkan yang pasti senantiasa diiringi dengan canda.

Membaca, mengenal abjad A-Z, menulis angka dan juga huruf. Setiap malam sebisa mungkin saya menyediakan waktu untuk anak saya. Rintangan terbesar adalah menjadi sabar, ingin sekali dia bisa membaca dengan cepat begitu juga berhitung. Namun pada akhirnya saya berpikir dia masih anak-anak belum juga 4 tahun, jadi tidak usah dipaksakan. Tetapi bagaimana membuat dia bisa menikmati proses belajarnya. Bernyanyi, bercerita ketika hendak tidur, atau kapan dia ingin diceritakan sebuah cerita.

Saya memiliki sedikit kemampuan bahasa Inggris. Kenapa saya tidak gunakan itu untuk anak saya. Maka saya mulai mengajarkannya beberapa kata dalam bahasa Inggris, toh saya sudah memulainya sejak dia berusia 3 tahun, hanya tidak intens. Dan kawan saya menganjurkan untuk mempergunakan bahasa Inggris dalam percakapan saya dengan anak saya. Susah awalnya, anak saya protes “mama, kenapa bicara begitu? Saya tidak mengerti,” katanya. Saya merubah polanya, menggunakan dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Meskipun bahasa Inggris saya tidak terlalu bagus, tapi tetap saya jalankan, karena nilai positifnya buat saya adalah saya dengan sendirinya harus belajar kembali. Dan saat ini, anak saya selalu menanyakan kata-kata yang tidak dia ketahui, mama, apa bahasa Inggrisnya sendal, meja, kursi dll. Hmmm, dengan senang hati saya akan menjawabnya.

Menjadi ibu juga menjadi guru baginya. Betapa saya menikmati semuanya. Saya belajar menjadi sabar, dan juga memulihkan masa kecil saya. Saya jarang mendapat belaian dari mama. Mama mendidik saya dengan keras, ketika belajar menulis dulu, selain buku dan pensil juga ditemani dengan sebuah penggaris kayu disampingnya, jika salah maka siaplah jari-jari mengecap garingnya mistar itu. Dan sakitnya masih bisa terasa hingga saat ini. Dan cara ini tidak saya terapkan pada anak saya.

Mengajarkan anak tidak harus selalu dengan rotan, mistar kayu atau apa saja. Kesabaran, ketekunan, kreatifitas, canda tawa dan juga cinta. Menciptakan suasana sehingga dengan sendirinya belajar itu menjadi sesuatu yang menarik bagi sang anak. Ada banyak cara untuk mengajarkan anak membaca, berhitung, dan menulis bisa dilakukan dengan bernyanyi, bercerita, atau ikut belajar menulis dan membaca juga berhitung.

Ketika mencuci piring atau mengerjakan sesuatu, anak bisa dilibatkan didalamnya. Dengan begitu dia belajar juga bagaimana menolong dan lebih kepada moralnya.

Hasil dari semuanya, jika hendak tidur anak saya selalu berkata:

Anak : “Mama, minum susu sudah, makan sudah, berdoa sudah, mama lupa satu.”

Mama : “apa itu?”

Anak : “saya belum belajar.” (turun dari tempat tidur mengambil buku, pensil dan mulai belajar).

Meskipun hanya 15 menit, tapi kebiasaannya itu membuat saya bahagia, dan saya berharap kebiasaan itu akan terus mengakar hingga dia beranjak dewasa, hingga pada akhirnya dia bisa menghadapi dunia dengan ilmu yang dia punya juga dengan kebijaksanaan didalamnya. Semoga….




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline