Beri, memberi dan diberi. Dua kegiatan dari pribadi yang sama dan satu. Ini mata rantai kegiatan setiap saat dalam hidup manusia. Seorang memberi. Kepada siapa? Seorang diberi. Oleh siapa? Memberi apa, diberi apa, nomor dua. Nomor satu adalah pribadi yang memberi dan diberi. Dua pribadi. Memberi kepada siapa. Siapa yang diberi. Dua pribadi. Beri-memberi ini terjadi setiap saat. Mulai dari perhatian, ucapan, barang menjadi obyek yang dialihkan dari satu pribadi ke pribadi lain dalam kegiatan beri-memberi.
Beri dan terus memberi, tidak mungkin. Yang memberi akan hampa. Sama saja, diberi terus menerus juga tidak mungkin. Yang diberi akan ketimbunan pemberian. Harus ada pasangan, memberi dan diberi. Hidup ini saling beri. Mama beri kasih sayang kepada anak. Sebaliknya, anak beri kasih sayang pula pada mama. Balas membalas. Beri apa yang ada pada diri kepada diri pribadi lain. Saya memberi. Dia diberi. Dia memberi. Saya diberi. Kami dua saling memberi.
Perhatian. Bapa beri kepada Mama. Mereka beri kepada anak. Pertanyaan, siapa yang beri perhatian kepada Bapa dan Mama? Opa dan Oma? Mereka sudah almarhum dan almarhumah.Pemberian perhatian sudah terputus? Bapa dan Mama tidak diberi lagi perhatian? Apakah teman-teman yang beri perhatian mengganti perhatian dari Opa dan Oma yang telah tiada? Harus ada pemberi.
Tak disadari, hidup ini sebenarnya hasil pemberian dari pemberi. Karena sudah diberi, wajar kalau memberi. Kita menghembus nafas karena sudah menghirup nafas yang diberi oleh pemberi.
Manusia ada Nafsu untuk memberi dan diberi. Melalui Nalar, kita manusia membuat pertimbangan dan penilain terhadap si-pemberi dan apa yang diberi. Melalui Naluri kita yang diberi menerima pemberian dari pemberi. Melalui Nurani kita menyukuri pemberian yang kita terima. Rentetan aksi dari Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani dalam beri-memberi ini membuat diri kita manusia sadar-sesadar-sadarnya bahwa hidup kita ini memang benar-benar pemberian. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Akhir penelusuran tentang beri-memberi ini tiba pada pemberi yang paling pertama, ya, siapa lagi kalau bukan DIA?
Jadi hidup ini pemberian. Makanya menghargai pemberian itu yang berasal dari DIA, TUHAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H