Sudah enam hari berlalu, dan sampai detik ini belum ada kabar lagi dari Daniele Nardi dan Tom Ballard yang menghilang di Mummery Spur, Gunung Nanga Parbat, Pakistan. Terakhir kali Nardi dan Ballard menghubungi basecamp adalah tanggal 24 Februari 2019 kemarin, saat keduanya mendaki menuju Camp 3 di ketinggian 6.300 meter.
Sebaiknya tidak ada lagi kata-kata menghibur dan harapan hampa yang akan memperpanjang luka serta air mata. Semua orang yang mengetahui profil Nanga Parbat dan juga memahami sedikit pula tentang pendakian musim dingin, akan jujur mengatakan bahwa tidak ada lagi harapan keduanya akan bertahan hidup.
Dengan cara apa pun, apakah dirobek badai, dicabik oleh avalanche, membeku dan HACE dan HAPE, terjatuh ke jurang, atau dengan cara yang lain, sebagian besar mountaineer sependapat bahwa hampir sudah dapat dipastikan jika Ballard dan Nardi sekarang sudah tewas!
Ini sungguh menyedihkan, bagaimana dua pendaki muda kuat yang memiliki reputasi sempurna di atas gunung harus kehilangan nyawa mereka. Secara usia Nardi lebih populer dengan catatan mountaineering-nya. Namun jika isakan kesedihan harus kita dramatisir dalam peristiwa ini, maka Tom Ballard memiliki kisah yang sempurna untuk lebih banyak ditangisi dan dihujani air mata. Ballard lebih muda dari Nardi, memiliki pandangan dan prinsip khas pendaki tradisional, menorehkan segudang prestasi, dan mewarisi bakat alami dari ibunya. Dengan segala catatan dan perbandingan, kita benar-benar merasa kehilangan Ballard.
Alison Jane Hangreaves hamil enam bulan saat ia merayapi dinding utara Gunung Eiger di Swiss secara solo pada musim dingin. Sementara saat Alison Jane melakukan ekspedisi solonya mendaki Gunung Everest secara solo, alpine style, tanpa sherpa dan tanpa tabung oksigen, Tom Ballard berusia enam tahun. Tiga bulan kemudian pujian keberhasilan Alison di Everest berubah cercaan ketika ia kemudian tewas disapu badai gunung kejam K2 pada tahun 1995.
Sama sekali tidak disangka bahwa 24 tahun kemudian, anak lelaki yang pernah ia ajak menjelajah Matterhorn North Face dan Eiger North Face dalam kandungan itu juga tewas hanya beberapa kilometer dari tempat Alison meregang nyawa dengan cara yang tidak jauh berbeda. Ibu dan anak ini menjadi tumbal dua gunung paling berbahaya di dunia, dua gunung dengan reputasi paling buruk dalam sejarah mountaineering.
Sebelum nama-nama kuat seperti Alison Jane, Tom Ballard dan Daniele Nardi, baik Nanga Parbat maupun K2 sudah memiliki daftar yang demikian panjang akan nama-nama pendaki perkasa yang meregang nyawa di tebing dan lereng-lerengnya. Albert Mummery tewas di Nanga Parbat, lalu Gunther Messner tewas di tempat yang sama, kemudian ada lagi Karl Unterkircher si raja first ascent era modern, kemudian ada Tomek Mackiewicz, dan tak terhitung lagi pendaki lain, yang nama mereka mungkin tidak terlalu populer.
Sementara K2 lebih banyak lagi 'memakan' para pendaki tangguh dunia. Sebut saja nama Art Gilkey, Maurice Barrard, Liliane Barrard, Julie Tullis, Renato Casarotto, Alan Rouse, Frederick Ericcson, Marty Schmidt dan anaknya Denali Schmidt, dan ratusan lagi yang lain. Dua gunung ini, Nanga Parbat dan K2, benar-benar menjadi dua kuburan besar bagi para pendaki gunung terbaik di dunia.
Jika ada yang mencoba menghindar dari fakta realistis mengenai peluang penyelamatan Tom Ballard dan Daniele Nardi, maka mereka harus menerima bahwa satu-satunya alasan mereka untuk berharap adalah faktor keajaiban. Keajaiban adalah yang dibutuhkan oleh Nardi dan Ballard untuk bisa ditemukan dalam keadaan masih hidup setelah hampir satu minggu menghilang di Nanga Parbat.
Sayangnya saat memperhatikan sejarah dan musibah dalam kisah pendakian di K2 ataupun Nanga Parbat, keajaiban adalah sesuatu yang jarang terjadi.
Jadi memang mungkin sudah waktunya untuk mengatakan; Selamat jalan Tom, selamat jalan Daniele...