Lihat ke Halaman Asli

Anton DH Nugrahanto

"Untung Ada Saya"

Membaca Narasi Jokowi Soal Kabinet

Diperbarui: 11 Juli 2019   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi dalam busana resmi kepresidenan (Sumber gambar : Tribunnews)

Menjelang pengumuman siapa Menteri-Menteri di Kabinet Jokowi adalah hal yang mendebarkan, bahkan jauh lebih mendebarkan ketimbang menunggu pengumuman MK atas hasil gugatan BPN kepada KPU dan Bawaslu. Karena memang publik sudah banyak menduga bahwa Jokowi memenangkan Pilpres 2019 dengan cara clean and clear dimana pengaduan BPN ke MK sebagian besar dianggap sebuah usaha politik yang sifatnya "artifisial".  

Dalam komposisi menteri, bukan hanya partai-partai koalisi yang saling berebut tapi juga partai partai oposisi. Bahkan hampir seluruh Partai melakukan usaha-usaha lobby politik untuk mendapatkan kursi kabinet. Hanya satu Partai yang nampaknya terkucilkan dari pertarungan kursi kabinet yaitu : PKS. 

Banyak orang mengira-ngira siapa yang duduk di kursi kabinet, dan banyak juga yang menebak bahwa Menteri ini tergeser atau Menteri itu tetap di pos-nya, tapi yang luput dibaca adalah "Bagaimana Jokowi menciptakan narasi kabinet dalam bentuk kerjanya pada 5 tahun mendatang".  

Ada sepuluh hal yang setidaknya dibaca sebagai sebuah langkah besar Jokowi dalam menciptakan kerja 5 tahun ke depan : 

1. Politik Perpindahan Ibukota
2. Perluasan Wilayah Metropolitan, dimana akan tercipta 10 Jakarta Baru
3. Politik Kedaulatan Pangan  
4. Ekonomi dan Investasi
5. Progresivitas Perdagangan
6. Politik Luar Negeri dan Arah Baru Strategi Geopolitik Berpandangan Sukarnois
7. Politik Kebudayaan Berbasis Bhinneka Tunggal Ika
8. Character Building dalam Pembentukan Manusia Indonesia
9. Pendidikan Nasional Dengan Dasar Preambule UUD 1945
10. Revolusi Digital 

Politik Perpindahan Ibukota, Pentingnya Ketua Bappenas : 

Politik Perpindahan Ibukota, menjadi kerja besar Jokowi pertama dan ini merupakan "grand design" pemerintahan Jokowi yang juga membentuk dasar dasar fondasi pemerintahan dengan ibukota yang jauh dari Jakarta. Psikologi sentralistis berubah total pada tahapan ini. 

Dalam politik ini Jokowi dan KH Maruf Amin, membutuhkan orang yang mampu membawa pekerjaan besar ini mulai dari situasi perpindahan sampai dengan penempatan lokasi lokasi kantor kementerian dan pergerakan tata kota. 

Di masa Bung Karno, saat Djuanda ditunjuk menjadi Perdana Menteri dalam pemerintahan berwatak Zaken Kabinet tahun 1957, ada diskursus menarik soal tata ruang negara. Bung Karno sendiri kemudian memerintahkan untuk merumuskan tata ruang tersebut dan disinggung kelak dalam Deklarasi Ekonomi 1963. 

Tata Ruang Negara, dengan membagi wilayah wilayah Nusantara dalam konsentrasi tertentu sempat menjadi bagian dari perencanaan jangka panjang Demokrasi Terpimpin Sukarno 1959-1966, namun pudar dibawah pemerintahan Orde Baru dimana rezim militer Suharto menghendaki Pulau Jawa sebagai sentral segala hal, baik pusat kebijakan politik, industri, perdagangan, kebudayaan sampai sebagai role model way of life seluruh rakyat Indonesia.

Gagasan yang pernah dimulai oleh Bung Karno ini dikembalikan lagi pada Jokowi sebagai satu titik kebijakan meneruskan alam pikiran Bung Karno dimana Indonesia harus rata distribusi kekayaannya dan tidak terpusat di titik tertentu. Konsepsi tata ruang ini memenuhi gagasan demokrasi atas distribusi kekuatan-kekuatan nasional.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline