Seperti seorang dokter dalam proses penyembuhan pasien yang sakit, maka diagnosa merupakan proses awal yang krusial. Salah dalam diagnosa, akan mengakibatkan pengobatan yang tak kian sembuh.
Presiden JKW, kecewa dan marah atas tidak turunnya dwelling time di Priok. Selanjutnya, para pejabat, menteri sampai Dirut Pelindo II angkat bicara, dengan menumpahkan kesalahan ke pihak lain. Sebagai praktisi di bidang impor, saya tergerak untuk memberikan sedikit opini.
Sebenarnya, masalah dan biaya timbul bukan hanya dari dwelling time saja, tetapi satu titik sebelum dwelling time, yaitu sejak kapal tiba di pelabuhan dan menunggu antrian untuk bisa sandar di dermaga. Secara sistematis, bisa dijabarkan berurut sebagai berikut:
- Kapal tiba di perairan pelabuhan, tetapi harus mengantri karena dermaga yang terbatas dibanding jumlah kapal yang datang.
- Sesudah tiba gilirannya, kapal sandar di dermaga dan proses bongkar muatan kapal dimulai.
- Container atau barang impor ditumpuk di tempat penumpukan.
- Importir (consignee) masing-masing melakukan pembayaran di bank. Sesudah menerima pembayaran (Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Pendapatan Negara Bukan Pajak), bank mengirimkan data pembayaran ke sistem INSW. (Proses ini bisa juga dilakukan begitu kapal tiba di pelabuhan tujuan atau bahkan sebelumnya)
- Sesudah mendapatkan bc11 (nomor manifest) kapal bersangkutan, maka pemilik barang melakukan online PIB ke INSW
- Importir mendapatkan status atas PIB nya; Reject (ditolak, dan disebutkan alasannya), SPJM(Surat Pemberitahuan Jalur Merah), SPJK (Surat Pemberitahuan Jalur Kuning), SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) dan SPPF (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik) di gudang importir.
- Apabila status yang didapat SPJM, maka barang impor wajib diperiksa fisik dan dokumen impor juga wajib diteliti sebelum penetapan SPPB.
- Apabila status yang didapat SJPK, maka dokumen impor wajib diperiksa sebelum penetapan SPPB.
- Apabila status SPPF, maka barang impor akan diperiksa di gudang importir.
- Apabila status SPPB, maka barang bisa segera dikeluarkan dari pelabuhan.
Dengan melihat poin di atas, maka lebih gampang kita menganalisa masalah dwelling time ini.
Untuk poin 1, perlu diperhatikan apakah jumlah dermaga sudah memadai atau belum, dibanding dengan jumlah kapal. Sebenarnya bukan hanya kapal impor, kapal domestik juga seringkali harus mengantri karena dermaga yang terbatas. Apabila cita-cita kita membangun tol laut adalah mutlak, maka sebaiknya jumlah dermaga ditambah.
Untuk poin 2, perlu diperhatikan apakah crane dan fasilitas lain, yang dipakai untuk proses bongkar muatan baik container atau pun muatan curah (bulk) dalam keadaan sehat atau sering rusak? Apakah crane yang dipakai adalah crane yang kapasitas dan kecepatan kerjanya (berapa kontainer per jam) sudah sesuai dengan arus barang yang dibongkar? Yang mengherankan, masih ada pelabuhan di bawah pengelolaan Pelindo, yang notabene ‘monopoli’ dalam bisnis pengelolaan pelabuhan, masih mengimpor crane bekas. Apakah karena Pelindo kurang uang, atau barang second lebih gampang ‘dipermainkan’ harganya?
Untuk poin 3, yang perlu diperhatikan adalah lapangan penumpukan dan fasilitas penunjang di lapangan penumpukan. Apabila lapangan penumpukannya tidak cukup luas, maka sebaiknya dilakukan penambahan lahan.
Untuk poin 4, sesuai dengan Perpres no. 10 thn 2008 dan Perpres no. 35 thn 2012, maka semua importir dan bank melakukan submit data pembayaran PIB ke sistem INSW. Masih sering terjadi, meski bank sudah submit data pembayaran (berkali-kali malahan), tapi di sistem INSW, masih menunggu konfirmasi dari pihak bank.
Untuk poin 5, sering sekali kapal telah tiba di pelabuhan tujuan dan sedang menunggu antrian untuk sandar, tetapi manifest belum juga disubmitkan. Hal ini memang agak rumit tapi bukan tidak bisa diperbaiki. Sistem dalam pelayaran domestik maupun internasional sebaiknya diperbaiki, agar submit data manifest (yang berisi tentang jumlah dan jenis barang dan pengemasnya) bisa lebih cepat.
Untuk poin 6, sesudah importir mendapat data yang lengkap (termasuk nomor manifest), maka submit PIB, dapat dilakukan. Nah, sekali lagi, maka para importir Indonesia pun berdoa lagi, mudah-mudahan sistem INSW tidak hang. Kalau hang atau mengulah, ya, bersabar sajalah, apa boleh buat....