Lihat ke Halaman Asli

Harga Karet yang Terus Melemah Seperti Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PETANI KARET

[caption id="" align="alignnone" width="630" caption="PETANI KARET (http://www.jelajahriau.com)"][/caption] Alam yang asri, memberikan kesejukan sepanjang hari terlebih dipagi hari, oksigen yg dihembuskan setidaknya memberikan sumbangan sekitar 50 % perlindungan atmosfer di langit Sumatra. Aku selalu mengagumi kesejukan udaranya di pagi hari dan sepanjang hari. Satu anugerah dari Sang Pencipta yang selalu aku syukuri. Begitulah peran perkebunan karet di Provinsi Jambi dan Provinsi-Provinsi lainnya di Sumatra yg terdapat perkebunan karet di dalamnya. Berperan penting bagi kelangsungan hidup umat, baik itu umat manusia maupun seluruh umat yang ada di atas bumi, baik di bumi sumatra maupun di belahan bumi lainnya, karena sumbangan positif dari oksigen yang dihembuskan, memberikan manfaat yang luar biasa bagi bumi kita yang belakangan menangis karena adanya isu Global Warming atau pemanasan global disamping dengan manfaat utamanya yang memberikan kehidupan secara langsung kepada 70% penduduk Provinsi Jambi yang menggantungkan hidupnya dengan pohon karet atau perkebunan karet secara luas. Dimana para masyarakat ini adalah petani karet yang setiap hari mencari rezeki dengan menderes pohon karet. Bagi mereka yang bukan berasal dari daerah perkebunan karet mungkin tidak menyadari manfaat dari pohon-pohon ini karena memang mereka tidak secara langsung menikmati manfaatnya. Tapi bagi para petani karet, hidup dan matinya bisa dikatakan sangat bergantung dengan pohon-pohon karet ini. Para petani karet biasa menderes pohon-pohon karet ini setiap hari dengan memberikan waktu libur biasanya 2 hari dalam satu minggu, artinya waktu 2 hari itu digunakan untuk menderes pohon-pohon karet yang lain sementara yang lainnya lagi sedang diliburkan.Karet yang di deres petani akan mengeluarkan cairan putih yakni getah karet itu sendiri, yang menetes di mangkuk plastik yang telah disiapkan. Tetesan demi tetesannya rata-rata bertahan hingga 3-6 jam. Agar cepat mengental biasanya getah karet ini diberi cairan cuka, para petani karet di Jambi biasa menggunakan cuka bermerk 61 dan pupuk TS yang di larutkan dengan air. Apabila sudah membeku, dibeberapa daerah di Jambi getah yang membeku ini disebut dengan ''Lom''. Getah yang membeku atau lom ini dikumpulkan dan dijual biasanya 1 kali dalam satu minggu, dan rata-rata setelah mendapat 4 kali menderes. Yang mempengaruhi jumlah hasil dari menderes karet ini juga dipengaruhi oleh musim yang terjadi. Setidaknya ada 3 musim yang mempengaruhi.

  1. Musim panas akan mengakibatkan getah karet yang keluar sedikit karena karet mengalami trek sehingga getah yang terkumpul berkurang.
  2. Musim hujan getah karet yang keluar banyak namun petani karet harus berlomba dengan hujan itu sendiri karena apabila hujan datang tiba-tiba maka getah karet yang belum mengental akan hilang begitu saja terbawa air hujan.
  3. Dan yang terakhir adalah musim gugur, dimana daun yang berguguran akan mengurangi getah yang keluar secara drastis, hingga 60%.

Itulah faktor yang mempengaruhi sedikit banyaknya getah karet yang diperoleh petani. Semakin banyak getah yang didapatkan maka semakin banyak pula pendapatan petani tersebut, begitu pula sebaliknya. Namun apabila membicarakan pendapatan petani karet, ada faktor lain yang mempengaruhi isi dompet petani karet ini. Yakni harga dari karet itu sendiri. Memang karet adalah salah satu bahan baku yang dibutuhkan oleh semua negara, baik negara maju, berkembang, bahkan negara yang belum berkembang sekalipun. Contoh kecil bahwa karet ini dibutuhkan dunia adalah semakin berkembangnya alat transportasi di dunia khususnya yang menggunakan ban. Dan bahan baku dari ban ini adalah karet. Namun sayangnya harga karet ini juga elastis seperti sifat karetnya itu sendiri. Setidaknya dalam waktu 3 tahun terakhir ini harga karet mengalami elastis negatif yang luar biasa. Harga karet menurun drastis menjadi 4.000-6.500 per kilogramnya ditingkat petani. Dengan harga ini hampir semua petani karet mengeluh dan menjerit, bahkan ada yang beralih profesi lain seperti bekerja di pertambangan. Padahal sekitar tahun 2009-2010 harga karet mencapai 12.000-25.000 per kilo gramnya. Dan sejak pertengahan 2011 harga karet terus mengalami penurunan, sehingga membuat para petani syok. Para pakar mengungkapkan menurunnya harga karet ini disebabkan oleh persediaan karet dunia yang menumpuk sehingga exsport karet pun macet. Dan kalahnya kualitas karet Indonesia dengan kualitas karet dari negara lain. Dan yang terakhir adalah semakin menurunnya nilai tukar rupiah atas dollar, yang berarti menurunkan pula harga karet di tingkat petani, sementara harga kebutuhan pokok terus naik. Kalau harga karet di tingkat petani itu terjadi berdasarkan keadaan dunia, baik stok karet, kualitas, dan nilai tukar, itu berarti pemerintah tidak melakukan apa-apa untuk petani karet. Pemerintah hanya menikmati setoran pajak dari para petani tanpa memikirkan nasib petani itu sendiri. Sudah saatnya pemerintah menciptakan Bank Karet, dimana harga karet di tingkat petani ditentukan oleh pemerintah, pemerintah mencarikan investor-investor besar yang mau bekerja sama. Jadi harga karet tidak lagi bergantung dengan kondisi dunia, baik stok, kualitas, maupun nilai tukar. Karena sesnungguhanya kulitas karet juga sebaik kualitas karet-karet negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, namun pemerintah kurang memperhatikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline