[caption id="attachment_142965" align="alignnone" width="619" caption="Jero Wacik (KOMPAS IMAGES/BANAR FIL ARDHI)"][/caption]
Berkenaan dengan Reshuffle KIB-2, di Kementerian ESDM akhir-akhir ini ada pameo "From Zero to Jero". Sudah jelas yang dimaksud dengan "Jero" adalah Jero Wacik, Menteri ESDM yang baru. Sedang yang dimaksud dengan "Zero" nampaknya adalah Menteri yang sebelumnya. Saya kurang tahu pasti kenapa dijuluki "Zero". Ada informasi bahwa Menteri yang sebelumnya dianggap tidak berprestasi, Walahuallam. Saya pernah berdiskusi cukup panjang dengan Jero Wacik sewaktu dia masih di Group Astra. Dia adalah orang yang idealis, sangat cerdas, fast learner, berwawasan luas dan instinct-nya tajam. Sekitar awal 1990an sebagai salah satu Manager Group Astra, dia mengajukan suatu idea kepada Alm. Oom William Soerjadjaja untuk pengembangan usaha pariwisata. Untuk mengetahui idea Jero Wacik, Alm. Oom William khusus mengundang Jero Wacik makan malam di rumah. Akhirnya oleh Alm. Oom William dia diberi company khusus bidang pariwisata dan diberi pula jabatan khusus. Dan ... dia sukses. Alm. Oom William sangat terkesan dengan kecerdasan dan kegigihan Jero Wacik. Tidak heran bila Kementerian Pariwisata memperoleh raport bagus dari UKP4. Nah, sekarang dia ditantang Pak Beye untuk mengelola Kementerian ESDM. Banyak yang meragukan Jero. Belum-belum sudah banyak yang ragu bahwa Jero Wacik mampu mengemban tugas sebagai Menteri ESDM. Bahkan beberapa ekonom ikut meragukannya. Pada umumnya mereka ragu karena Jero Wacik sama sekali tidak punya track record dalam bidang migas dan pertambangan umum. Patutkah Jero diragukan? Bagi saya pribadi saya mempunyai keyakinan bahwa dari aspek teknis tidak ada keraguan bahwa Jero Wacik akan mampu menguasai permasalahan ESDM. Dia mempunyai kemampuan mempelajari sesuatu dengan sangat cepat. Dalam menerima sesuatu informasi yang baru dia bisa sangat cepat memahami dan menguasai permasalahannya. Namun, Jero Wacik perlu hati-hati, masalah ESDM bukan hanya teknis, tapi justru lebih dominan "Non Teknis-nya". ESDM adalah obyek yang paling menggiurkan bagi para Mafia Kelas Dunia. Hal-hal apa saja yang diperkirakan bakal menjegal Jero Wacik? Bisnis Migas. Ada 2 hal yang bakal menantang Jero dalam bisnis migas, yaitu: - Sektor Hulu: Di sektor ini Jero bakal ditantang tentang Target Lifting. Dalam hal Lifting ini masih banyak pihak yang tidak paham bahwa itu bukan sekedar memompa minyak keluar dari bumi. Dibutuhkan waktu panjang untuk tahapan eksploitasi sumur minyak. Belum lagi adanya kesalahan persepsi dalam Lifting minyak, dimana Lifting oleh para ekonom dipakai sebagai target menutup subsidi. Dalam sektor hulu migas ini masih ada masalah yaitu perhitungan perpajakan, dimana temuan BPK dan BPKP hingga kini masih belum ditindaklanjuti. Mayoritas dari investor migas adalah pihak asing yang pada umumnya konglomerat tingkat dunia yang tidak mudah dihadapi. Masalah harga jual gas dari kilang Tangguh sampai sekarang masih menemui kebuntuan. Pengembangan Kilang Gas Donggi-Senoro masih saja terhambat oleh keengganan investor Jepang untuk menjual gas ke dalam negeri RI. - Sektor Hilir: Di sektor ini juga luar biasa kerumitannya. Impor BBM sampai sekarang masih juga menyimpan misteri karena banyak info dari Senayan bahwa ada semacam Mafia yang memainkan monopoli impor BBM. Masih ditambah lagi begitu banyaknya minyak solar ex subsidi yang direimpor dengan modus penyelundupan. Di daerah-daerah, minyak solar yang seharusnya menjadi jatah nelayan banyak diselewengkan untuk industri. Rumit dan sulitnya masalah tersebut masih ditambah dengan subsidi BBM yang kian membengkak menggerogoti APBN, dimana Pemerintah lebih memilih langkah politis (dengan tidak menaikkan harga BBM Bersubdisi), dibanding langkah ekonomi (menaikkan harga BBM Bersubsidi). Pertambangan Umum: Di pertambangan umum tidak kalah rumitnya. Sudah lama kita prihatin tentang tidak adilnya proporsi kepemilikan dan bagi hasil dalam Tambang Tembaga Freeport (juga mengandung emas dan uranium) dimana Pemerintah RI hanya memiliki 9,36%. Demikian juga Tambang Emas Newmont. Rencana "Renegosiasi" jelas ibarat membangunkan Macan Tidur. Sudah barang tentu tambang-tambang yang dimiliki para konglomerat Amerika Serikat (AS) tersebut tidak akan tinggal diam. Masalah menjadi semakin rumit lagi mengingat China berencana membangun Smelter di Sungai Yawei Papua. Jelas langkah China itu dicurigai oleh para konglomerat AS pemilik tambang-tambang tersebut. Tambang Batubara: Surutnya posisi China dalam mengamankan pasokan migasnya dari Libia, Afrika Utara dan Timur Tengah pasca "Arab Spring" telah mendorong China untuk memperbesar kuota impor batubara dari Kalimantan. Di tahun 2010 impor batubara China dari Indonesia mencapai 75.570 Juta Ton (26,18 dari total export batubara RI). Tahun ini export ke China tersebut diprediksi meningkat tajam. Nampaknya langkah China tersebut juga akan menghadapi hambatan. AS telah memutuskan untuk mengalihkan hutang RI sebesar US$28.5 Juta untuk konservasi hutan di Kalimantan Timur. Bukan tidak mungkin bahwa program konservasi tersebut akan meluas ke seluruh Kalimantan. Ini akan berdampak membatasi ruang gerak eksploitasi batubara yang menjadi andalan China. Dari uraian di atas dapat kita lihat "Peta Maut" yang bakal menghadang Jero Wacik. Rasanya Jero Wacik perlu dibekali nyawa rangkap dan kesaktian luar biasa saat menghadapi para Mafia Tambang Kelas Dunia dan Pemain Migas tersebut. Inilah yang justru saya ragukan mampu dihadapi oleh Jero Wacik (sendirian). Di saat parpol-parpol dan politisi-politisi lebih mudah tergiur dengan tawaran uang dari para Mafia Tambang dan Pemain Migas tersebut, maka praktis lawan yang dihadapi Jero Wacik adalah luar-dalam. Mudah-mudahan ini bukan cara Pak Beye untuk lagi-lagi mendongkrak citra bahwa beliau memasang "Orang yang Profesional", padahal situasi di sekitar ESDM sudah sedemikian kotornya. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H