“Kami mengutuk sodomi, dan kami tidak akan membiarkan sodomi. Sodomi adalah perbuatan biadab, keji, dan kejam. Tapi lebihkejam kalau ada orang yang dihukum padahal ia tidak melakukannya,” kata Patra M Zen, pengacara terdakwa dugaan tindakan asusila terhadap murid taman kanak-kanank Jakarta International School, kepada wartawan.
“Saya di sini bukan membela pelaku sodomi. Kita anti terhadap perbuatan yang tidak beradab. Tapi lebih kejam kalau orang yang tidak bersalah di hukum. Itu alasan kami mengambil perkara ini. Bukan karena tidak ada pekerjaan lain. Tapi untuk menunjukkan adanya kebenaran dalam perkara ini.,” katanya.
“Saya sendiri punya lima anak. Ada yang berusia lima tahun, yang paling kecil tiga tahun. Kalau seandainya anak saya yang jadi korban, maka saya akan bunuh pelakunya. Ga ada urusan. Meski ada Tuhan. Oleh karena itu, jangan disalah mengerti, “ katanya.
Menurut Patra, tidak ada bukti, tidak ada alat yang bisa digunakan untuk memutuskan bahwa lima orang terdakwa ini bersalah melakukan tindak pidna. Tidak ada bukti yang bisa menerangkan adanya tindak sodomi terhadap korban.
Lalu Patra memperlihatkan dua lembar foto korban dugaan tindak asulila, MAK. Foto pertama bergambar MAK sedang bermain perosotan, dan yang kedua bergambar MAK sedang berenang.
“Inilah foto MAK yang diambil oleh seorang guru yang memang bertugas untuk memotret kegiatan para siswa. Foto pertama, di ambil tanggal 18 Maret, MAK sedang bermain perosotan. Satunya lagi tertanggal 19 Maret, MAK sedang berenang. Berdasarkan laporan sang ibu korban, TPW, MAK disodomi pada pada tanggal 18 Maret di toilet sekolah. Dan kata ibu TPW, MAK tidak mau pakai celana, tidak mau basah. Tapi ternyata MAK tetap melakukan kegiatan. Ia tetap berenang dan main perosotoan.Foto-foto itu memperlihatkan anak tersebut bahagia," jelasnya.
Setelah kejadian tindakan asusila tersebut, MAK kembali ke sekolah dan menggunakan toilet tersebut berulang-ulang kali, walaupun sebetulnya ia dapat menggunakan toilet lain. Padahal bila memang ia mengalami trauma akibat sodomi di sekolah, maka ia tidak akan kembali ke sekolah.
Masih banyak lagi tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh Ibu TPW kepada petugas kebersihan yang alihdaya di JIS tersebut, tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang ada.
Pertama, MAK diduga telah disodomi sebelum dan sesudah hari ulang tahun salah satu temannya pada 15 Maret 2014. Kemudian ceritanya berubah menjadi tuduhan sodomi sebanyak 13 kali di toilet Anggrek Kampus PIE JIS pada jam sekolah dari Desember 2013 – Maret 2014.
Faktanya, banyak foto MAK yang menunjukkan keceriaan di kurun waktu tuduhan tersebut.
Padahal, secara logika dasar saja, orang yang susah buang air besar akan merasa sakit di anusnya. Apalagi bila disodomi oleh empat orang pria dewasa dan dilakukan berulangkali, sang anak bisa dipastikan semaput alias pingsang.
Kedua, menurut matriks peristiwa, sodomi terjadi pada tanggal 21 Januari 2014 oleh Virgiawan, Zainal, Agun, dan Syahrial. Faktanya, berdasar absensi karyawan ISS, pada tanggal tersebut Virgiawan dan Agun tidak masuk kerja.
Sodomi kembali terjadi pada 17 Maret 2014 oleh Zainal, Azwar, Syahrial. Faktanya pada tanggal tersebut Zainal tidak masuk kerja dan Azwar ditugaskan di Cilandak.
Tuduhan terjadinya kekerasan seksual seharusnya di cross checked dengan jadwal-jadwal kerja di atas, tapi kenyataannya hal tersebut tidak dilakukan sehingga hal ini membuktikan bahwa tuduhan tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang ada.
Ketiga, bukti-bukti medis menunjukkan MAK mengakibatkan menderita penyakit menular. Faktanya, berdasarkan hasil pemeriksaan dr. Narain di SOS Medika, bahwa korban tidak mengidap penyakit seksuat yang menular. Berdasarkan hasil visum RSCM dan juga RS Polri Bhayangkari, bahwa tidak ditemukan luka-luka pada lubang pelepas. Anuscopy korban tampak normal dan baik-baik saja.
Keempat, menurut MAK, salah satu pelaku, Afrischa, melakukan kekerasan seksual terhadap MAK dengan memasukkan penisnya ke dalam anus MAK. Faktanya, Afrischa adalah seorang perempuan.
Masih banyak lagi bukti dan fakta yang menunjukkan bahwa tuduhan yang dilancarkan oleh keluarga korban kepada petugas kebersihan adalah rekayasa semata. Dan tentu saja ada motif di balik rekayasa kasus tersebut. Di antaranya adalah uang. Dengan adanya kasus ini, keluarga korban, dalam hal ini Ibu TPW menuntut pihak JIS sebanyak Rp 1,5 Triliun.
Dengan demikian, Patra dan juga pengacara terdakwa lainnya berkeyakinan, bahwa kebenaran akan terungkap jua. Dan kelima terdakwa yang telah dituntut oleh Jaksa 10 tahun penjara dan denda Rp 100 juta itu akan bebas. Para terdakwa hanyalah korban dari rekayasa kasus ini yang digulirkan oleh Ibu TPW! Para pengacara itu akan menyiapkan materi pledoi, pembelaan, yang akan disampaikan di sidang yang akan berlangsung 17 Desember mendatang. Karena itu, mereka akan berjuang mengungkapkan kebenaran dan menegakkan keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H