Lihat ke Halaman Asli

Anthony Tjio

TERVERIFIKASI

Retired physician

Batu Peringatan Kuburan yang Mengutuk di Semarang

Diperbarui: 15 September 2016   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Irawan Raharjo

Sebuah prasati dari ukiran diatas batu yang ditegakkan 100 tahun lalu, barusan diketemukan dirimbunan pohon antara semak yang mengalas didaerah sekitar kompleks Perumahan Bumi Wana Mukti di Semarang.

Bersama batu tersebut juga ada sebuah nisan kuburan Tionghoa dikedekatannya yang menyatakan daerah ini memang bekas kuburan besar perintis Tionghoa Semarang dizaman dulu. Berkemungkinan juga ini tempat adalah peristirahatan terachir Muslim Tionghoa dikala dulu.

Foto: Irawan Raharjo.

Nisan yang masih tersisa disana itu milik Bapak Liem yang ditegakkan oleh keturunannya, tanpa dicantumkan nama lengkapnya. Berdasarkan corak kuburannya yang tanpa gundukan dan nisannya yang sangat sederhana, ini serupa dengan kuburan kaum Muslim di Tiongkok. Diatas nisan tersebut hanya ditulis: “Dong Shan (memperingati tanah leluhur di Hokkian), Kuburan Ayah Almarhum Bapak Liem”. Tanpa nama lengkapnya, ini bisa diperkirakan bahwa dia memang mempunyai nama Arab atau Persia selain nama aliran Tionghoa, sehingga sukar untuk dicantumkan diatas nisannya. Hal ini seperti Cheng Ho sewaktu membangun kuburan ayahnya di Yunnan, diatas batu nisan hanya ditulis: Hajj Ma (Melik Tekin nama lengkapnya dalam Persia). Bisa jadi ada banyak kuburan Muslim Tionghoa dikawasan Bumi Wana Mukti ini.

Bapak Liem ini semestinya bernama Liem Kik Hong yang mendirikan batu peringatan kuburan disana 100 tahun lalu itu. Seorang Tanglang dari Hokkian Selatan. Menurut nisannya, tepatnya dia berkelahiran dikabupaten Dongshan / Tong-shua, kota Zhangzhou / Cangciu yang berdekatan dibaratnya kota Chaozhou / Tio-ciu, Kanton. Dari sini bisa menduga dia seperti banyak Tanglang maupun Muslim Tionghoa yang keluar ke Nanyang memang melalui pintu Tio-ciu dan hijrah ke Semarang.

Boleh dibilang bahwa Bapak Liem ini adalah seorang “pintar”, yang ber-‘ilmu’, yang mendalam dibidang hongshui kuburan dan direktur pemakaman diwaktunya, juga akhli literal Tionghoa.

Batu prasasti tersebut bercorak khas Tionghoa masa Ming dan Qing, yang didirikan pada permulaan zaman Republik Tionghoa (Tiongkok) tepat seratus tahun yang lalu.

Diatas batu granit itu dihiasi ukiran thema klasik Tionghoa yang disebut ‘dua naga liong yang bergurau dengan sebuah mutiara’ diatas langit berawan-awan. Ukiran kaligrafi-nya dari seorang yang bagus sekali tulisan harfiah Tionghoa klasik dengan pemahaman sastra yang tinggi, dan bisa menuturkan dalam kata bahasa yang mudah dimengerti oleh awam.

Kepentingan mendirikan batu itu semata-mata sebuah peringatan bagi orang sekarang, disitu mengandung kutukan keras kepada siapa saja yang dengan sewenangnya merusak dan menggusur kuburan, turun temurun sepanjang masa tidak bakal diberkati Allah subhanahu wa ta’ala.

Foto: Irawan Raharjo.

Isi prasasti diterjemahkan oleh: Anthony Hocktong Tjio:

“Semenjak kita Tionghoa berbondongan datang di tanah Jawa ini, tidak kurang dari ratusan orang yang pandai ilmu bumi kuburan, kenyataannya memang tidak ada diantaranya yang pernah mendapatkan penuturan perumusan rahasianya (hongshui).

Almarhum Bapak guru Yap Sek Khie (Ye Xi Qi), beserta beberapa sejawat dan saya sendiri dipercayakan untuk membangun lima enam kuburan disini. Mendasarkan aturan yang dikaji dengan seksama, mendirikan bangunan utamanya dengan ketepatan penataan (hongshui-nya) yang melebihi dari bangunan yang sudah ada diatas tanah liar ini. Hal ini membuktikan bahwa kami sungguh memahami rumus rahasia yang diturunkan tanpa melalaikan kebijakan pembangunannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline