Lihat ke Halaman Asli

Anthika Vispy

Mahasiswi

TB2_ Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika;Ferdinand de Saussure

Diperbarui: 23 Mei 2022   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Vispy Anthika

NIM    :43219010081

Mata Kuliah : Teori Akuntansi 

Dosen : Prof.Dr.Apollo M.Si.Ak

Universitas MercuBuana (Warung Buncit)

- TUGAS BESAR 2 TEORI AKUNTANSI PENDEKATAN SEMIOTIKA-

ferdinan-628ba4aabb44863ad21114f2.jpg

Pendekatan Semiotika Ferdinand de Saussure "Semiotik: Semeion {Tanda}, mempelajari hakikatnya, cirinya, perannya, dan aturan penggunaannya; dikembangkan dari semua displin ilmu,termasuk teknologi Komputer "

Semiotika berasal dari kata Yunani kuno “semeton” yang berarti tanda atau “sign” dalam bahasa Inggris. Ferdinand de Saussure, yang dikenal sebagai bapak linguistik modern, juga mengajukan konsep signe (bahasa Inggris: bahasa Indonesia tanda: tanda) dalam bukunya Ours de Linguistiqe General (1916), mengusulkan signifie (bahasa Inggris: signified) atau "hal yang ditafsirkan" adalah makna atau konsep penanda atau penafsir berupa bunyi bahasa. Signifiet dan signifiant sebagai tanda-tanda linguistik mengacu pada referen, yaitu sesuatu yang berupa objek atau benda di luar bahasa (Munandar, dkk dalam Chaer, 2004).
Kata semiotika dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris: semiotics, dari bahasa Yunani: semion, yang berarti tanda (Chaer, dalam Munandar, 2004). Nama lain dari semiotika adalah semiotika. Untuk penutur bahasa Inggris dan budaya Amerika, nama semiotika telah menjadi Istilah semiotika menjadi populer karena gagasan filsuf dan ahli logika Charles Sanders Pierce. Ia mengembangkan semiotika dalam hubungannya dengan filsafat pragmatisme. Dalam budaya Prancis dan Eropa lainnya, nama semiotika lebih dikenal dan dipahami. Hal ini berkat jasa terbaik Ferdinand de Saussure, “bapak linguistik modern” (Munandar et al., Zoest, 2004), yang berhasil meletakkan dasar-dasar semiotika linguistik dan psikologi sosial bagi perkembangan semiotika.

Dalam perkembangan selanjutnya, semiotika berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, antara lain Charles Morris, Roman Jakobson, Jonathan Culler, Roland Barthes, Umberto Eco, Julia Kristeva, Aj Grimas, dan Michael Rifaterre (Noth, 1990). Teori semiotik yang akan diacu dalam analisis puisi ini selanjutnya adalah teori semiotika yang dikembangkan oleh Michael Rifatel dalam bukunya The Semiotics of Poetry (1978). beliau menganggap bahwa puisi adalah  salah satu wujud aktifitas bahasa, puisi berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun berbeda dari bahasa seharihari. Laras bahasa puisi tersebut disebabkan oleh penggubahan (displacing makna, penciptaan (creating) makna baru, dan perusakan (distorsing) makna kebahasaan sehari-hari. Bahasa sehari-hari itu bersifat mimetik sehingga membangun arti (meaning) yang beraneka ragam dan menampakkan adanya keterpecahan atau ketakgramatikalan (ungrammatikalitas). Sebaliknya, bahasa puisi itu bersifat semiotik sehingga membangun makna (significance) tunggal dan memusat.

Ferdinand de Saussure( 1857- 1913) mengungkapkan semiotika didalam Course in General Lingustics sebagai“ ilmu yang mengkaji tentang kedudukan ciri sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dari definisi tersebut merupakan suatu kedekatan, jika seandainya ciri ialah bagian kehidupan sosial yang berlaku. Terdapat sistem ciri( sign system) serta terdapat sistem sosial( social system) yang keduanya silih berkaitan. Dalam perihal ini, Saussure berdialog menimpa konvesi sosial( social konvenction) yang mengendalikan pemakaian ciri secara sosial, ialah pemilihan pengkombinasian serta pemakaian isyarat dengan metode tertentu sehingga dia memiliki arti serta nilai sosial( Alex Sobur, 2016: 7).

Contoh: apabila orang menyebut kata“ anjing”( signifier) dengan nada mengumpat hingga perihal tersebut ialah ciri kesialan( signified). Bahasa di mata Saussure tidak ubahnya suatu karya musik. Buat menguasai suatu simponi, wajib mencermati keutuhan karya musik secara totalitas serta bukan kepada game individual dari tiap pemain musik. Agar dapat menguasai bahasa, wajib dilihat secara“ sinkronis”, suatu jaringan ikatan antara bunyi serta arti. Kita tidak boleh melihatnya secara atomistik, secara individual( Sobur, 2016: 44).

  • Prinsip- prinsip linguistik Saussure bisa disederhanakan ke dalam butir- butir uraian selaku selaku berikut:
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline