(Jakarta, Rabu 24/7/24) Kabar yang sangat menginspirasi dari penyanyi, penulis buku dan praktisi pendidikan, Anthesianz. Seniman nyentrik ini baru saja meraih gelar doktor atas pencapaian akademisnya di institusi Universitas Pelita Harapan.Hingga ia dipanggil Dr. Andi Sulistiadi, S.E, M.M. Dalam penelitiannya Anthesianz mengusung sistem pendidikan ada suku Baduy yang merupakan salah satu kearifan lokal yang patut dilestarikan dan diketahui dunia.
"Penelitian ini dilakukan dengan segenap hati melalui proses yang cukup panjang dan menyenangkan" Ungkapnya di sela-sela kesibukannya sebagai kepala sekolah di sebuah sekolah swasta bertaraf Internasioanl di kawasan Jakarta Selatan. "Saya benar-benar terjun langsung berperan sebagai warga Badui luar, agar mendapatkan data-data yang tepat" Ujarnya lagi.
Disertasi yang bertemakan budaya ini bertajuk "Eksplorasi Peran Kepemimpinan Pu'un Suku Badui Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pelestarian Alam". Berisi tentang penelitian yang mendalam terhadap kepala suku Baduy yang berfungsi sebagai pemimpin pendidikan adat Baduy yang memiliki fokus untuk melestarikan zona hutan di baduy luar dan dalam.
Selama beratus-ratus tahun, pemimpin Baduy yang disebut Pu'un dengan konsisten menjaga nilai-nilai adat agar diamalkan oleh warganya, dan hal ini menjadi ketertarikan sang penyanyi untuk menggali misteri kepemimpinan Pu'un suku Baduy yang secara tegas dan berkesinambungan mengamalkan titah
leluhur suku Badui hingga saat ini.
"Tentu saja kepemimpinan Pu'un Suku Baduy ini memeliki impilaksi manajerial yang dapat digunakan secara realistis di dalam organisasi sebuah lembaga atau institusi, terutama agar dapat menjaga nilai-nilai yang dipercaya agar tidak mudah diintervensi oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan" Paparnya.
"Penelitian ini mempunyai keterbatasan dan hambatan, yang harus diatasi pada penelitian selanjutnya untuk meningkatkan kualitas dan mengatasi keterbatasan penelitian, sesuai rekomendasi." Ujarnya lagi Anthesianz menekankan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi yang artinya beliau melakukan penelitian ini menjadi bagian dari warga suku Baduy. Maka dari itu bahasa yang digunakan adalah bahasa sunda dialek Banten, yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peneliti ketika berada di lapangan. Ia pun mengutarakan keterbatasan penggunaan gawai sebagai alat perekam suara, video dan gambar dikarenakan adanya larangan adat yang harus dipatuhi. Sehingga fakta-fakta kehidupan di lapangan tidak dapat direkam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kepemimpinan Pu'un saja, sehingga peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang menginplementasikan kepemimpinan Pu'un di dunia pendidikan lebih dalam lagi. Sementara itu, Anthesianz melihat tantangan yang dihadapi oleh kepala suku Baduy adalah adanya degradasi budaya yang diakibatkan oleh generasi muda Baduy yang terpengaruh modernisasi, seperti adanya penggunaan gawai di zona larangan adat dan praktik jual beli hasil pertanian Baduy luar yang notabenenya dilarang oleh norma adat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H