Lihat ke Halaman Asli

Analisis Teoritik Kelahiran UU Tax Amnesty

Diperbarui: 18 September 2016   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

twitter.com\

Kelahiran Undang-undang tentang Pengampunan Pajak atau yang lebih dikenal dengan istilah Tax Amnesty kini telah terealisasi dengan disahkan UU No. 11 Tahun 2016. Undang-undang yang sangat menuai kontroversi sejak mulai tahap perancangan hingga resmi menjadi UU inilah yang membuat UU Tax Amnesty sangat menyita perhatian publik di Tahun 2016 ini. UU yang disinyalir sarat akan nuansa politik ini kian menjadi ketika sejak awal dalam tahap perancangannya  telah terjadi tarik menarik di parlemen terkait rencana pemerintah memberlakukan pengampunan bagi para pengemplang pajak. 

Secara kasarnya apa yang menjadi maksud pemerintah dalam UU Tax Amnesty ini adalah bahwa pemerintah berkeinginan memberikan ampunan kepada orang-orang yang tidak patuh pajak dan melarikan dananya ke luar negeri. UU ini menjadi sangat sensitif dari segi materi perundangannya dikarenakan hal yang diatur ini menyangkut kebijakan publik yang berarti dampak dari kebijakan ini langsung dirasakan oleh masyarakat, dimana selaku pemerintah berperan sebagai pembuat kebijakan dengan masyarakat selaku pelaksana dan objek sasaran program.

Apabila ditinjau dari definisi kebijakan publik sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut, kebijakan publik adalah keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan atau dengan kata lain kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (Winarno, 2000: 17) melihat definisi diatas, maka pajak dapat digolongkan sebagai salah satu dari instrumen kebijakan publik karena terdapat kesamaan tujuan antara kebijakan perpajakan dan kebijakan publik sebagaimana dikemukakan oleh (Mansury,2000:5) bahwa tujuan kebijakan  perpajakan adalah sama dengan kebijakan publik pada umumnya, yaitu mempunyai  tujuan pokok sebagai berikut:

1. Untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran,

2. Distribusi penghasilan yang lebih adil, dan

3. Stabilitas.

Permasalahan pajak merupakan suatu hal yang kurang bersahabat dibenak masyarakat pada umumya, dikarenakan image pajak dapat disamakan dengan istilah "Pungutan Paksa" oleh karena terdapat unsur paksaan tersebut maka munculah kewajiban masyarakat untuk membayar pajak itu kepada negara.  Apabila ditinjau dari segi teoritik sebenarnya peran pajak sangat sentral didalam kehidupan bernegara, Pajak dapat berperan sebagai instrument untuk mematok besarnya upah  minimum di suatu Negara. Penentuan besarnya batas tidak kena pajak dapat  digunakan sebagai salah satu ukuran untuk menentukan besarnya standar biaya hidup  minimum. Kebijakan perpajakan di dalam kegiatan ekonomi negara lebih cenderung  untuk penerimaan Negara dan mengontrol harga. Oleh karena urgensi diatas maka diperlukan pengaturan mengenai perpajakan. Negara sangat bergantung dengan pajak, sehingga negara sangat menaruh perhatian penuh pada masalah perpajakan karena pajak merupakan salah satu pengisi pundi-pundi keuangan negara. Kelahiran UU Tax Amnesty ini merupakan salah satu dari produk hukum yang merespon dari problematika perpajakan di Indonesia. Perlu diketahui bahwa latar belakang kemunculan UU Tax Amnesty ini sendiri tidak lepas dari besarnya dana yang lari keluar negeri dari para pengemplang pajak yang kabarnya hingga mencapai  Rp. 165 Triliun.

Sehingga dengan disahkan UU Tax Amnesty diharapkan dapat mengembalikan dana yang seharusnya masuk kedalam pendapatan negara. Didalam menganalisis apakah UU Tax Amnesty ini merupakan langkah yang tepat atau hanya merupakan blunder kebijakan penulis menggunakan beberapa indikator yang dikutip Menurut Mansury (Mansury, 2000: 7-8) suatu sistem perpajakan yang tepat untuk suatu negara pada suatu waktu harus mengakomodasi faktor-faktor khusus sebagai berikut:

a. Kondisi ekonomi, politik, dan administratif

b. Tujuan Kebijakan publik

c. Tersedianya instrumen-instrumen kebijakan, disamping pajak juga instrumen-instrumen lain (Moneter dan pengaturan)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline