[caption caption="Konflik antara kapal Indonesia vs China (gambar: bbc.com)"][/caption]Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara. Apabila di lihat dari Segi keamanan, bentuk laut yang demikian akan menimbulkan banyak kesulitan dalam hal melakukan pengawasan. Maksudnya ialah bahwa pengawasan yang berat dan rumit terjadi dalam tugas kapal-kapal perang atau kapal– kapal pengawas pantai untuk menjaga perairan Indonesia dari ancaman negara lain baik dalam hal yang menyangkut keamanan negara maupun kegiatan ekonomi laut.
Beberapa hari ini fokus media banyak memberitakan mengenai insiden kapal antara Indonesia dan China, entah sudah keberapa kali insiden kapal seperti ini dialami Indonesia. Resiko sebagai suatu negara Maritim seperti ini harus siap dialami Indonesia, insiden yang berawal ketika pasukan di bawah komando Kementerian Kelautan, dan Perikanan (KKP) menangkap tangan Kapal Kway Fey asal Negeri Tirai Bambu itu, melanggar kedaulatan laut Indonesia dan melakukan illegal fishing atau pencurian ikan di Laut Natuna. Dalam proses penangkapan tersebut, kapal KKP sempat dihalang-halangi kapal Penjaga Pantai China. Kendati sempat terjadi insiden, namun kapal nelayan China dan delapan anak buah kapalnya tetap ditahan pemerintah Indonesia.Akan tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah China bersikeras bahwa dia tidak melanggar wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Melihat dari pengertian ZEE sendiri berati ZEE merupakan zona laut terluar Indonesia, artinya yurisdiksi yang dimiliki Indonesia berakhir sampai pada wilayah ZEE karena setelah ZEE adalah laut lepas yang mana negara lain berhak untuk memanfaatkan sesuai dengan prinsip kebebasan Pasal 86 Konvensi Hukum Laut UNCLOS tahun 1982.Zona ZEE memang merupakan zona terluar artinya zona inilah yang memang berpotensi mendapatkan ancaman baik keamanan maupun ekonomi. Terutama dalam hal ekonomi, sistem perairan yang dulu itu akan sangat merugikan Indonesia, karena negara – negara asing dengan kemajuan teknik penangkapan ikan akan dapat menghabiskan sumber–sumber ikan di laut sekitar pantai kita. Terkait dengan permasalahan insiden kapal ini langkah Indonesia dalam menegakan kedaulatan dengan cara menangkap kapal asing yang memasuki wilayahnya adalah benar sebagaimana dalam Pasal 73 ayat (1) KHL 1982 menentukan bahwa negara pantai untuk keperluan penegakan hukum dapat menaiki, mengadakan inspeksi, melakukan penahanan, melaksanakan proses peradilan. Artinya secara yuridis tindakan Indonesia memiliki dasar hukum, akan tetapi didalam kasus ini penulis merasa janggal ketika adanya kehadiran pihak ketiga yakni kapal coastguard China yang dikabarkan sengaja menabrak Kapal Kway Fey ketika melakukan pengejaran. Menabrak kapal negaranya sendiri inilah yang menjadi hal yang dipertanyakan, apakah maksud dari penabrakan kapal ini? Saya rasa apabila memang China tidak bersalah tidak mungkin hingga melakukan tindakan demikian. Apakah penabrakan kapal ini dimaksudkan untuk mempersulit pihak Indonesia apabila membawa Kapal Kway Fey? Karena ini terkait dengan pembuktian.Disini saya melihat adanya iktikad tidak baik dari pihak China, Apabila pihak China merasa bersalah atas pelanggaran ini menurut hukum Internasional seharusnya negara lain harus mematuhi kedaulatan hukum negara yang dimana dia berada secara kooperatif tidak dengan cara melarikan diri. Walaupun demikian Indonesia pun harus tetap berada dalam kontrol emosi jangan sampai permasalahan konflik dibidang perikanan ini malah dibawa ke konflik pertahanan, sikap Indonesia untuk tidak melakukan tindakan represif kekerasan pun harus kita apresiasi karena konflik ini memang penyelesaiannya dengan cara diplomatik yaitu dengan melayangkan nota protes kepada pemerintah China bukan dengan tindakan militer. Akan tetapi tindakan yang sangat disayangkan adalah tindakan coastguard China yang terkesan mengintervensi upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas penangkapan ikan secara ilegal atau IUU Fishing. Padahal didalam hubungan bernegara yang baik, seharusnya China menghormati prinsip hukum internasional, termasuk konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.Terlepas dari siapa yang benar dan salah, suatu sengketa memang wajar terjadi di setiap negara yang bertetangga. Sehingga dalam kasus ini untuk penyelesaian sengketa laut didalam Hukum Internasional pada umumnya ketentuan yang berkaitan dari perjanjian perikanan tersebut membebankan kepada pemerintah negara bendera kapal untuk melakukan penggantian dari kerusakan atas miliki negara pantai atau warga negara dari negara pantai. Demi mencegah hal demikian terulang lagi masih diperlukan untuk dilakukan kegiatan monitoring dan control yang masih memerlukan penyempurnaan. Agar peristiwa saling tunjuk siapa yang salah dan masing-masing pihak merasa benar sendiri seperti ini tidak terulang lagi, karena ini terkait permasalahan pembuktian yang sulit karena semua pihak memiliki argumennya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H