Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (First)

Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Tak Ada yang Penting, Tanpamu !?

Diperbarui: 28 Juni 2015   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Purwalodra

Dalam sebuah percakapan dengan teman perempuan saya, yang telah meninggalkan suaminya hampir tiga tahun ini, melalui putusan pengadilan :

“Bagaimana hubunganmu dengan mantan suamimu ?!” Saya selalu mengawali percakapan itu, seperti ini.

“Tidak ada lagi, bahkan SMS-ku pun tak pernah dia jawab.”

“Lalu, bagaimana kamu mengetahui kabar anak-anakmu di sana !”

“Mudah-mudahan mereka sehat-sehat aja dengan ibu tirinya.”

“Apakah, kamu tidak ingin agar anak-anakmu tinggal bersamamu ?”

“Iya sih, tapi biar aja, toh nanti kalau anak-anak sudah besar, mereka bisa memilih mau ikut aku atau ayahnya.”

Setiap selesai percakapan persoalan rumah-tangganya itu, dia tak sadar selalu meneteskan air mata, seakan ada rasa yang berkecamuk dalam dirinya. Dia tak mampu menahan air matanya yang tiba-tiba mengucur deras dari kelopak matanya. Lantas, dia pun biasanya pergi begitu saja meninggalkan saya sendiri. Besok-besoknya pasti dengan tidak sengaja, saya mengulangi percakapan itu dan dia kadang-kadang marah jika saya mengulangi percakapan seperti itu-itu lagi.

Di dalam hidup yang begitu pendek ini, banyak dari kita sebagai manusia, hidup menderita, entah menderita secara fisik, atau batin. Banyak orang harus berjuang keras, sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Di sisi lain, banyak orang mengalami kehampaan hidup yang akut, sehingga mereka mengalami masalah kejiwaan yang dalam. Persoalan rumah tangga yang berawal dari ketiadaan cinta-kasih telah banyak membunuh manusia dalam hidupnya.

Semua ini terjadi, karena banyak orang menghabiskan hidupnya untuk hal-hal yang tidak esensial, atau tidak “penting”. Mereka menjalani hidup yang palsu, karena dipaksa oleh pihak-pihak luar, entah oleh keluarga dan tradisi. Mereka terjebak pada budaya massa, sehingga seringkali terbawa arus jaman, tanpa bisa melawan. Mereka juga seringkali hidup untuk menumpuk harta, dan lupa mencintai, atau bahkan sekedar tertawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline