Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (First)

Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Meniadakan Masa Lalu !?

Diperbarui: 13 Juli 2015   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Oleh. Purwalodra

Tak akan ada manusia yang sama sekali bisa melupakan apa yang pernah dialami dalam hidupnya, meski ia dalam keadaan pikun sekalipun. Manusia tidak akan pernah bisa seratus persen melupakan, baik pada saat keindahan merasuki hidupnya atau bahkan saat-saat kesedihan melukainya di masa lalu, dalam perjalanan hidup kita. Apalagi, ketika kita masih hidup dan bernafas, pikiran kita akan terus beresonansi satu dengan lainnya. Kalo saja ada, manusia yang berani mengatakan bahwa dirinya bisa melupakan luka di masa lalunya, maka ia termasuk orang yang terlalu ‘pede’ alias percaya dirinya gede. Namun pada kenyataannya, tidak ada tuh ... yang bisa meniadakan masa lalu secara signifikan !?.

Banyak filosof mengatakan bahwa kita hidup dalam rentang masa lalu, masa kini dan masa depan. Sementara itu, pandangan tentang waktu itu ibarat lingkaran, maka kita tidak bisa lepas dari kondisi masa lalu, masa kini dan masa depan. Karena waktu sebagai lingkaran menganggap bahwa waktu itu berjalan tidak lurus atau linier, dan waktu juga tidak terbagi alias terpisah antara masa lalu, masa kini dan masa depan. Dengan demikian, pandangan waktu sebagai lingkaran, menganggap bahwa segala sesuatu akan berulang, dan membentuk pola yang tetap. Waktu bukanlah sumber daya yang terbatas. Sebaliknya, ia tak terbatas, dan akan menciptakan dirinya sendiri berulang-ulang tanpa henti.

Martin Heidegger, seorang filosof Jerman di awal abad 20, yang telah menimba banyak pemikiran tentang waktu, mengatakan bahwa waktu adalah horison hidup manusia. Dalam arti ini, manusia adalah mahluk yang mampu mempertanyakan dasar dari seluruh kenyataan yang ada. Ia berada di dalam kenyataan, dan selalu hidup di dalam tiga kategori waktu yang terjadi secara bersamaan, yakni masa lalu, masa kini dan masa depan.

Jadi, menurut Heidegger, ketika kita berpikir, kita secara otomatis berpikir dalam tiga dimensi waktu yang berbeda, yakni masa lalu, masa kini dan masa depan. Ketiga kategori itu selalu hidup di dalam diri kita. Dari titik inilah, kita bisa mengambil kesimpulan sementara bahwa tidak mungkin manusia bisa melupakan masa lalunya begitu saja, meski dimasa kini ia hidup dalam kondisi yang sama sekali berbeda.

Sekuat apapun, kita berusaha mampu melupakan apa yang pernah kita alami dalam hidup ini, sekuat itu pula kita akan mengingatnya kembali. Hal ini juga dipertegas oleh hukum pikiran, yang mengatakan bahwa kita akan mendapatkan ‘lebih’ dari apa yang kita pikirkan. Argumen lain, bahwa pikiran manusia itu selalu beresonansi dengan pikiran-pikiran yang ada di muka bumi ini. Jadi, mana bisa kita melupakan seseorang yang justru resonansinya masih begitu dalam dan begitu kuat menghujam pikiran kita sendiri ?!!.

Sementara, orang-orang nihillis, atau biasa saya sebut sebagai orang yang selalu mengada-ada, menganggap manusia terpisah dengan manusia lainnya. Padahal, kenyataannya manusia itu sama, dan bersatu baik pikiran dan jiwanya. Mungkin nggak perlu contoh banyak-banyak, cukup bagaimana kematian seorang bocah kecil ‘angeline’ di Bali, bisa menimbun banyak rasa kemanusiaan di seantero nusantara ini ?!.

Sebenarnya, saya ingin mengatakan bahwa sesibuk apapun kamu, sehebat apapun kamu, sekaya apapun kamu, segila apapun kamu. Semua itu tak akan bisa melupakan masa lalumu !?. Percaya dech. Suweeer!!!?. Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Bekasi, 22 Juni 2015.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline