Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (First)

Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Selama Masih Ada Keniscayaan!

Diperbarui: 9 Januari 2016   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Purwalodra

Ketika kedua biji mata ini sulit dipejamkan dan pikiran mengembara kemana-mana, sia-sia saja aku mengumpulkan kembali energi yang seharian habis terkuras dengan berbagai aktivitas. Malam yang semakin larut berkumpul diatas dedaunan basah, menutupi rembulan yang sejak kemaren keduluan hujan. Sementara, aku masih mengikis masa laluku dengan drama-drama kehidupan yang tak seharusnya kuhidupkan kembali. Aku semakin tidak bisa tidur.

Masih terngiang ditelingaku siang tadi ketika shalat Jum'at menjelang dan khatib belum menginjak podium, seorang laki-laki separuh-baya mengumumkan kepada para jama'ah shalat Jum'at bahwa dirinya merasa berhutang budi kepada jama'ah atas do'a-do'a mereka. Ia merasa bahwa kesembuhan penyakit yang dideritanya berkat do'a para jama'ah. Iapun berucap terimakasih berkali-kali kepada para jama'ah, yang sebagian besar tidak mengenalnya. Ia dengan tegas menyatakan bahwa kesembuhan penyakitnya ini merupakan kesempatan yang luar biasa, yang diberikan Allah untuk dirinya agar dapat lebih banyak bertobat. Dan iapun berjanji pada dirinya dihadapan khalayak bahwa sisa usianya akan digunakan kepada hal-hal yang baik untuk agamanya dan orang lain.

Pernyataan seorang laki-laki yang hampir tua itu, menyisakan decak kagum dan sedikit aneh. Satu pikiranku berkata, sungguh berani orang tua ini berjanji kepada khalayak bahwa ia ingin bertobat dan sisa usianya untuk kepentingan orang banyak. Disisi lain pikiranku berucap, sungguh orang tua ini memiliki rasa syukur yang amat tinggi sehingga kegembiraannya ia bagikan kepada orang lain yang tidak ia kenal sekalipun.

Terlepas apakah pernyataan itu berangkat dari pikiran atau hatinya, terlepas dari benar atau salah, dan terlepas hal itu baik atau buruk, pada hakekatnya ia sudah mengungkapkan kegembiraannya kepada para Jama'ah Shalat Jum'at, siang tadi, bahwa ia sudah berhasil sembuh dari sakitnya.

Peristiwa tadi siang mengingatkanku pada satu pernyataan dari salah seorang soulmate, bahwa sepanjang suatu kondisi itu ditentukan 'baik' oleh pikiran kita (apakah itu suatu hubungan, barang milik, peran sosial, suatu tempat, atau tubuh kita secara fisik), maka pikiran itu melekatkan dirinya pada kondisi 'baik' ini dan mengidentifikasikan dengan kondisi tersebut.

Dalam aktiivitas kita sehari-hari, tak terbilang sudah kita sejak dini menganggap sesuatu itu buruk atau jelek. Dan wal hasil memang akhirnya menjadi buruk atau jelek. Atau mungkin ada aktivitas yang nihil dilaksanakan, tapi kadung sudah menganggap hal itu mudah, maka hasilnya ternyata sama sekali tidak sulit. Itulah sebabnya, bahwa prasangka baik akan membuahkan kebaikan dan prasangka buruk akan membuahkan keburukan. "Aku tergantung kepada prasangka hamba-Ku," kata Allah.

Semoga prasangka orang yang hampir tua tersebut dan para bjama'ah yang mendengarkannya sama-sama berpikiran baik, sehingga semua akan baik-baik saja. Dan selama masih ada keniscayaan di alam semesta ini, mengapa kita meragukan segala sesuatunya. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 13 Mei 2011.

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline