Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (First)

Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Membaikkan Diri di Tengah Badai Perubahan

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1415382571841529690

Oleh. Purwalodra

Membiasakan kebiasaan baik sudah barang tentu memerlukan persiapan kebiasaan-kebiasaan baik pula. Bagi orang tua yang menginginkan kebiasaan baik melekat dalam perilaku anak-anaknya, maka orang tua itu harus memiliki 'stok' kebiasaan-kebiasaan baik juga. Bagi guru yang ingin menanamkan kebiasaan konsentrasi pada peserta didiknya, maka sang Gurupun perlu membiasakan dirinya untuk bisa konsentrasi disemua hal, termasuk belajarnya. Pokoknya, semua hal yang ingin dibiasakan, berawal dari pribadi yang menginginkannya. Inilah yang biasa kita sebut sebagai teladan.

Sebagian orang berpendapat kebiasaan masih bisa diubah, namun karakter sulit berubah. Bagi saya, justru karakter adalah 'muara' dari kebiasaan-kebiasaan seseorang. Sehingga karakter masih sangat mungkin bisa diubah melalui pikirannya, melalui perilakunya dan berujung pada kebiasaan-kebiasaannya. Seorang yang memiliki karakter selalu pengen menang sendiri dan selalu menggurui orang lain sebaiknya diterapi dengan pikiran-pikiran yang sederhanan dan rendah hati.

Steven Covey, mengatakan bahwa kalo saja kita bisa menanam fikiran, kita bakal memanen perbuatan. Ketika kita menanam perbuatan, kita akan memanen kebiasaan. Nah, ketika kita menanam kebiasaan kita akan memanen watak/kharakter. Jadi jelas disini, bahwa kharakter seseorang bisa diubah. Perubahan kharakter di mulai dari merubah pola fikirannya alias paradigma berfikirnya, lalu kebiasaan-kebiasaannya, dan terakhir merubah perilakunya satu demi satu. Oleh karena itu, siapa bilang kharakter seseorang tidak bisa dirubah ?.

Perubahan kharakter bisa dilakukan melalui pendidikan, atau pelatihan, bahkan bisa lebih cepat dengan merubahnya  dengan cara hipnosis. Dan, ketika kita menganalisis lebih dalam bahwa jangankan perubahan kharakter, perubahan apapun di alam semesta ini bisa dilakukan, meskipun membutuhkan kemauan dan kemampuan secaraindividual. Karena hakekat hidup kita adalah perubahan itu sendiri.

Perubahan mengandung makna beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Dikatakan pula bahwa "perubahan adalah membuat sesuatu menjadi lain" (Lili KF, Equlibrium 05/2007 : 7). Adapun perspektif tentang perubahan, diantaranya :


  1. Perubahan selalu terjadi di mana saja, bahkan dapat dikatakan tidak ada yang abadi (kecuali perubahan itu sendiri).
  2. Perubahan bersifat universal (dimana saja, kapan saja, serta dihadapi oleh siapa saja).
  3. Reaksi terhadap perubahan berbeda-beda. Karena itu pemahaman mengenai proses perubahan, hal-hal yang harus diperhatikan dalam suatu proses perubahan, reaksi terhadap perubahan, dan cara memanajemen reaksi tersebut secara efektif perlu dicermati, terutama oleh pimpinan puncak organisasi.

Ada empat filosofi perubahan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan (Kasali, 2007 : 246), yaitu :


  1. Filosofi siklus kehidupan, dimana perubahan terjadi secara alamiah seperti halnya daur kehidupan.
  2. Filosofi evolusi, berpendapat bahwa perubahan terjadi melalui siklus berkelanjutan yaitu variation (munculnya bentuk-bentuk baru), selection (terjadinya proses seleksi alam) dan retention (menjaga eksistensi).
  3. Filosofi dialektika, berpandangan bahwa manusia dilahirkan berbeda-beda. Pluralisme ini disamping mendorong kerjasama juga berpotensi menimbulkan konflik, dan dalam konflik inilah proses dialektika terjadi.
  4. Filosofi teologi, berpandangan bahwa perubahan dipicu oleh munculnya "visionary leader". Pemimpin yang mampu melihat jauh ke depan, sehingga dirumuskanlah tujuan secara jelas dan sistematis.

Rhenald Kasali (2007 : xxxiii-xxxv) mengidentifikasi sepuluh karakteristik perubahan (change), yaitu:


  1. Change bersifat misterius karena tak mudah dipegang.
  2. Change memerlukan "change maker(s)".
  3. Tak semua orang bisa melihat atau menyadari change.
  4. Change terjadi setiap saat.
  5. Ada sisi keras dan sisi lembut dari change.
  6. Change membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan.
  7. Dibutuhkan upaya khusus untuk menyentuh nilai dasar sebagai sumber perubahan.
  8. Change selalu diwarnai oleh mitos.
  9. Change menimbulkan ekspektasi.
  10. Change selalu menimbulkan ketakutan dan kepanikan-kepanikan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline