Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (First)

Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Mengapa Kejadian-Kejadian Tak Pernah Berhenti?

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1416800122854485714

Oleh. Purwalodra

[caption id="attachment_337299" align="alignright" width="300" caption="Foto Koleksi Pribadi"][/caption]

Kadang aku berfikir, knapa orang yang merasakan senang saat ini selalu aja lupa bahwa mereka setelah ini akan mengalami kesedihan. Dan, bagi mereka yang sekarang mengalami kesedihan juga lupa, kalo besok-besok pasti mereka bakal menemukan kesenangan. Peristiwa senang-sedih, sedih-gembira tanpa kita sadari terus berganti, bagi siapapun, baik orang miskin, orang kaya, orang berilmu, bahwa ustadz sekalipun. Mereka mengalaminya tanpa sadar kalo peristiwa yang dialami setiap hari berganti-ganti.

Memang, ada saja orang yang mampu memaknai setiap peristiwa, namun sebagian besar semua peristiwa berjalan begitu saja tanpa makna. Kita melihat dan membaca banyak status BB/FB yang terus berganti-ganti, sekarang sedih, besok statusnya senang. Sedikit senang sekarang, besok lama sedihnya. Begitulah semua berjalan seperti sudah ada yang mengaturnya.

Cuma yang lebih membuatku heran campur penasaran, mereka yang sekarang merasakan kesenangan tak sedikitpun menyadari bahwa besok bakal datang kesedihan. Begitupun, yang sekarang mengalami penderitaan gak pada nyadar, kalo besok akan mereka temui kesenangan. Sedih-senang, derita-bahagia menjadi warna hidup kita sehari-hari. Seperti juga malam-siang dan pagi-petang. Karena firman-Nya telah menyatakan, bahwa pada setiap perubahan malam dan siang, sedih-gembira, dertita-bahagia, ternyata ada hikmah yang sangat besar bagi orang-orang yang berfikir.

Setiap peristiwa dialami oleh semua manusia, tanpa kecuali, baik mereka yang taat ibadah maupun tidak. Pergantian peristiwa yang menyedihkan inipun ada nama atau label yang menempel di dalamnya. Ia bisa bernama musibah, bencana, cobaan ataupun ujian. Semuanya sama, yakni suatu label penderitaan atau kesedihan. Sementara, peristiwa yang menyenangkan pun juga memiliki lebel yang melekat di dalamnya, yaitu karunia, keberkahan, nikmat dan lain-lain. Semua label yang mendasari sedih-senang, derita-bahagia ini hanyalah nama saja. Apakah ada manusia di dunia ini yang hidupnya menderita terus ?. Atau apakah ada manusia yang hidupnya mengalami senang terus ?. Tidak ada manusia yang hidupnya sedih berkelanjutan, atau senang terus-terusan.

Secara fisik, atau dalam teori tentang kesehatan, menyatakan bahwa mereka yang kelamaan hidup senang sedikit sedih akan merusak jantung, otak dan lain-lain. Sementara, manusia yang hidup lama-lama dalam penderitaan yang merasakan senangnya cuma sebentar-sebentar aja akan merusak paru-paru, lever, ginjal dan lain-lain. Jadi jelas bahwa peristiwa senang atau sedih yang terlalu lama, akan merusak tubuh fisik kita sebagai manusia. Mungkin hal inilah, mengapa Allah menciptakan peristiwa sedih dan senang berganti-ganti setiap hari.

Ketika kita sebagai manusia tidak mau atau lupa berdo'a untuk kebahagiaan dan kesenangan yang kita peroleh, serta lupa berdo'a untuk dijauhkan dari semua kesedihan dan derita, maka kita disebut orang yang sombong. Inilah paradoks kehidupan yang selalu kita alami di dunia fana ini. Dan, pada kenyataannya, sedih-senang, derita-bahagia, itu selalu menjadi warna hidup manusia di dunia. Saat kita memperoleh karunia, tentu kita tak boleh sombong, justru wajib kita bersyukur. Ketika kita mengalami musibah, kita mestinya sabar dan jangan mengeluh. Mungkin inilah yang Allah sebut sebagai hikmah yang sangat besar itu.

Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam ada (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal." (QS. Ali 'Imran: 190). Juga dalam firman-Nya yang lain, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. al-Baqarah: 164).

Dalam teori perilaku organisasipun juga dinyatakan, bahwa manusia yang memiliki stress rendah akan mengalami penurunan produktivitas, sedang manusia yang memiliki stress berlebihan juga akan menurunkan produktivitas. Jadi, stress manusia itu sebaiknya dalam kondisi yang seimbang. Artinya, bahwa peristiwa sedih-senang, derita-bahagia harus terus berlangsung demi kesehatan fisik dan mental manusia. Ini baru satu sisi aja. Mungkin sisi lain dari hikmah bergantinya sedih-senang, derita-bahagia, malam-siang, pagi dan petang, masih begitu banyak jika kita mau berfikir, alias mau menelitinya dengan fikiran rasional kita, dan bukan  dengan fikiran-fikiran tahayul dan mistis kita. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 24 November 2014.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline