Lihat ke Halaman Asli

Kereta Ekonomi, Ohh Dirimu Kini (2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_108607" align="alignleft" width="300" caption="http://masindra.wordpress.com"][/caption]

Ketika di kereta saya bertemu dengan seorang buruh yang akan ke Jakarta. Tepatnya ketika kereta yang saya tumpangi tiba di stasiun Purwokerto. Sebenarya dia tidak mendapat tempat duduk. Tapi tiba-tiba dia duduk disampingku dan dengan ramahnya mengajak berkenalan. Saya pun menanggapinya dengan ramah pula. Tanpa sungkan saya menanyakan kok bisa dia dapat kursi di samping saya padahal tiket yang dibelinya tanpa tempat duduk (kayaknya cuma ada di Indonesia tiket yang seperti ini).

Masnya menjelaskan ketika dia masuk ke gerbong, dia langsung meminta kondektur mencarikan bangku yang kosong. Cukup dengan 10ribu saja. Beres. Bakal dapat bangku walau di tiket tertera tanpa tempat duduk. Emm..saya jadi berpikir kini korupsi tidak hanya di tingkat elitis saja. Tapi sudah merakyat dan mengakar di masyarakat kita. Tapi saya pun tidak bisa serta merta menyalahkan mas tadi dan kondektur itu. Berapa sih gaji pak kondektur?? Kalau tidak seperti itu apa dia bisa menghidupi kebutuhan anak istrinya. Terus kenapa pula kondektur2 itu terkadang berjualan di dalam kereta kalau tidak untuk menambah pemasukan baginya.

Seorang teman yang telah bekerja bercerita ternyata di dunia kerja sangat sulit untuk mempertahankan idealism. Berbeda ketika menjadi mahasiswa. (Paling banter menyontek. Itupun sebenarnya tidak peru lagi dilakukan kalau memang tujuan kita kuliah untuk mencari ilmu bukan mencari nilai). Belum lagi godaan dari teman sekerja yang mengajak untuk berbuat yang bukan-bukan. Dan yang paling berbahaya godaan dari istri. Pesan saya jadilah istri yang tidak haus akan harta dan bisa menerima berapapun penghasilannya. Tidak dengan membujuknya untuk berbuat hal yang tidak semestinya untuk mendapatkan harta melimpah. Masih banyak sumber lain yang halal.

Oke, sepertinya tulisan ini sudah melebar kemana-mana. Balik lagi ke cerita kereta ekonomi.hehehe

Kereta sudah tiba di Tanah Abang Jakarta. Perasaan was-was muncul karena kata orang Jakarta kota yang kejam. Saya pun melanjutkan perjalanan. Dengan 5ribu saja sudah bisa tiba di pelabuhan Merak. Karena kereta ke Merak baru tiba pukul 08.00 WIB dan waktu itu baru pukul 06.30 WIB jadi saya manfaatkan untuk ke kamar mandi. Sekedar buang air dan membersihkan muka. Setelah beberapa lama menunggu kereta pun tiba. Ya ampun…orang berebutan naik dan suasana di dalamnya sudah tidak berbentuk lagi. Labih parah suasananya ketika perjalanan dari Solo ke Jakarta.

Saya akan menulisnya di tulisan berikutnya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline