Lihat ke Halaman Asli

Pilkada Tak Langsung, Antara Penghematan Anggaran, dan Kemunduran Demokrasi

Diperbarui: 15 Desember 2024   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moh. Isa Ansori Rahayaan 

Wacana pengembalian pemilihan kepala daerah melalui DPRD dihembuskan presiden Prabowo dalam acara HUT Partai Golkar, wacana tersebut sontak didukung partai-partai yang ada dalam koalisi merah putih pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

Dalam kesempatan tersebut Prabowo menyampaikan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung menghabiskan anggaran negara cukup besar, ia membandingkan Indonesia dengan negara-negara tetangga semisal Malaysia dan Singapura yang mampu meminimalisir penggunaan anggaran negara dengan menerapkan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

Seyogianya wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD sudah ada sejak era pemerintahan SBY, akan tetapi wacana tersebut mendapat penolakan yang cukup masif dari berbagai kalangan dengan dalih kemunduran demokrasi.

Lalu apakah wacana pengembalian pemilihan kepala daerah melalui DPRD menandakan kemunduran demokrasi, semua akan kembali kepada penilaian masyarakat soal makna dari demokrasi itu sendiri, apakah selamnya demokrasi itu harus dilaksanakan secara langsung atau dapat diwakilkan melalui DPRD sebagai representasi rakyat.

Didalam undang-undang Pilkada sendiri tidak menyebutkan secara spesifik apakah kepala daerah harus dipilih secara langsung oleh masyarakat atau melalui DPRD, undang-undang hanya menyebutkan bahwa kepala daerah harus dipilih secara demokratis.

Tentu konsep demokrasi langsung melalui pemilihan umum dan tidak langsung oleh DPRD memiliki kekurangan dan kelebihan, yang pertama rakyat dapat menentukan pemimpinnya sendiri secara langsung tanpa harus diwakili, sehingga pemimpin yang terpilih betul-betul lahir dari kehendak rakyat, disini rakyat sebagai pemegang daulat tertinggi.

Kedua bila yang digunakan adalah konsep demokrasi tidak langsung maka DPRD sebagai representasi rakyat diberikan kewenangan untuk mewakili rakyat dalam menentukan siapa pemimpin yang dikehendaki, dalam konteks Pilkada maka Gubernur, Bupati/Walikota dipilih melalui DPRD.

Secara umum kedua sistem tersebut sama-sama dianggap demokratis hanya saja ada perbedaan secara substansial berkaitan dengan sejauh mana rakyat diberikan kedaulatan penuh dalam menentukan pemimpin yang dikehendaki.

Tentu bagi rakyat pada umumnya, pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi sangat penting agar pemimpin yang terpilih betul-betul lahir dari keinginan dan kehendak rakyat, dimana pemimpin yang lahir diharapkan tidak seperti membeli kucing dalam karung.

Sehingga wacana pengembalian pemilihan kepala daerah melalui DPRD sejatinya adalah langkah mundur dari kehidupan demokrasi yang dibangun pasca reformasi, karena itu pemerintah jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan sebelum meminta pendapat dari seluruh masyarakat Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline