Teman bisa menjadi guru, apakah guru bisa menjadi teman?
Bagi siapa saja, teman adalah salah satu "orang penting" dalam hidup. Teman sangat mempengaruhi pola pikir, bahkan tingkah laku seseorang. Inilah mengapa orang Jawa memiliki ungkapan "galangan kalah karo galengan", yang kalau diartikan secara bebas kurang lebih "pendidikan kalah dengan pertemanan".
Kok bisa? Realitanya banyak anak yang disekolahkan di sekolah yang hebat, di rumah diajari dengan tatakrama yang santu, ketika salah dalam memilih "golongan", hasilnya pun akan beda. Nilai-nilai luhur yang sudah diajarkan di sekolah oleh para guru, tatanan yang sudah di tanamkan orang tua di rumah, bisa porak poranda dengan pertemanan yang salah.
Bagi anak, teman adalah orang yang sangat dekat dengan anak-anak kita. Mereka sering bersama menghabiskan waktu, bermain, belajar, mengaji, "mbolang", atau melakukan aktivitas organisasi atau perkumpulan. Gesekkan nilai dan pemahaman akan lebih masuk melalui pertemanan. Banyak anak yang lebih mudah diajari temannya daripada diajari gurunya. Diajari teman tentu menggunakan bahasa dengan level yang sama. Sehingga, sangat mungkin lebih mudah diterima.
Contohnya, anak-anak yang semula penakut, akan menjadi pemberani ketika bergabung dengan teman-teman pemberani. Anak-anak pemalu, akan menjadi anak-anak yang "pede" ketika bersama dengan teman yang tepat. Sebaliknya, anak-anak yang baik, sopan, bertutur kata lemah lembut, juga akan mengalami perubahan jika kelamaan bersama teman-teman yang tidak biasa bersikap seperti itu.
Teman adalah tempat curhat paling favorit. Sesama teman seseorang merasa nyaman menyapaikan perasaan, pendapat, keluh kesah, dan sebagainya. Bagi anak, teman adalah se-level, sehingga ia merasa lebih nyaman menyampaikan apa yang dirasakannya. Dengan teman seperti tidak ada jarak d an sekat yang membatasi, sehingga apa saja dapat tersampaikan secara transparan. Seringkali teman lebih mengetahui apa yang dirasakan anak daripada orang tuanya sendiri.
Guru sebagai Teman
Salah satu saran pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru kepada siswanya adalah just be a friend. Dengan memposisikan diri sebagai teman, anak-anak dapat menanyakan materi pelajaran yang sulit, mengkonsultasikan tugas-tugas sekolah, bahkan menyampaikan perasaannya, menunjukkan keluh kesahnya, atau minta bantuan menyelesaikan persoalan dengan teman-temannya.
Dengan memposisikan sebagai teman, para guru dapat segera mengetahui persoalan yang dialami siswanya. Seringnya berkomunikasi, bahkan berkomunikasi secara pribadi, membuat para guru lebih cepat mengetahui apa yang terjadi pada siswanya. Dengan begitu, ia dapat segera "mengingatkan", memberi masukkan, atau menyampaikan pada orang tua untuk mendapatkan solusinya.
Namun demikian, tetap saja ada batasan-batasan yang harus diperhatikan, seperti: