Pemimpin lingkungan yang berada di paling ujung di masyarakat memegang peran utama dalam menjaga lingkungan dan masyarakatnya untuk mencegah penyebaran Covid 19 agar tidak semakin parah.
Meskipun masyarakat mulai "malas" membicarakan Covid 19, realitanya kita belum terbebas dari ancaman Covid 19. Dari hari kehari pertambahan jumlah kasus konfirmasi positif semakin meningkat, bahkan pada hari Kamis (10/9) tercatat rekor konfirmasi positif mencapai 3.861 kasus dengan 33%nya berasal dari DKI Jakarta. Hal inilah yang memaksa Gubernur DKI Anies Baswedan untuk bersiap menerapkan PSBB seperti di awal Pandemi. Sementara Jawa Timur dan Jawa Tengah serta Riau berada di urutan berikutnya.
Namun demikian, diberbagai pelosok desa, kegiatan masyarakat sudah hampir kembali normal. Jargon new normal hampir tidak terlihat karena kenyataannya masyarakat sudah merasa normal, tanpa new. Tidak banyak kenormalan baru yang tampak dalam aktivitas masyarakat. Protokol kesehatan seperti mengenakan masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan hanya muncul di kegiatan-kegiatan formal dan belum menjadi kebiasaan baru masyarakat.
Berbagai kegiatan skala lingkungan yang melibatkan anggota lingkungan sudah tidak lagi memperhatikan "dengan sangat" protokol kesehatan. "Korona seperti telah usai karena mereka telah "tidak membicarakannya lagi". Berita-berita di TV tentang "kegalauan" pemerintah menghadapi Korona yang semakin tidak terkendali, tidak lagi menjadi populer di kalangan masyarakat. Dengan tidak membicarakannya mereka merasa telah "aman", dan mungkin itulah yang dapat memunculkan "imun", hehe.
Kepedulian Pemimpin Ujung
Dalam kondisi seperti ini, yang dibutuhkan adalah kepedulian pemimpin. Berbagai program di tingkat nasional dan regional di tingkat pusas dan daeratelah dilakukan, saatnya kini pemimpin-pemimpin di paling ujung yang berperan. Para ketua RT, ketua jama'ah, imam masjid dan mushola, kepala desa dan perangkatnya, BPD, kiai-kiai kampung, dan tokoh-tokoh paling ujung di masyarakat justru memegang peran yang besar dalam mengendalikan situasi. Mengapa? Mereka itulah yang benar-benar hidup bersama masyarakat. Mereka ini lah yang bisa membuat kesepakatan bersama dengan masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan mereka dari sebaran Covid 19.
Dalam setiap situasi yang dimiliki, baik itu di pos kamling, balai RT/RW, rumah-rumah penduduk, mushola-mushola kecil, para pemimpin ujung ini dapat membuat kesepakatan dengan masyarakat di lingkungan. Motivasi utamanya adalah menjaga lingkungan dengan "tidak mempedulikan" lingkungan lain. "Biarlah lingkungan lain abai, tetapi lingkungan kita harus tetap disiplin", mungkin seperti itu narasinya. Bersama pemimpin-pemimpin di tingkat bawah inilah biasanya masyarakat lebih dapat berkomunikasi dan berdiskusi untuk memutuskan hal yang terbaik bagi lingkungan.
Melalui "cangkru'an" di pos ronda banyak hal dapat didiskusikan. Pemimpin lingkungan dapat memanfaatkan berkumpulnya lima sampai sepuluh orang untuk membicarakan lingkungan dengan berbagai dimensinya. Dalam diskusi ini masyarakat diajak memikirkan lingkungannya sendiri dengan berbagai resiko yang akan ditanggung jika masyarakat abai. Pemimpin lingkungan harus dapat membawa masyarakat pada penyadaran pentingnya menjaga lingkungan. Paling tidak, ketika sesuatu terjadi yang akan dirugikan adalah masyarakat di lingkungan itu, bukan lagi person by person.
Penyelesaian dari Bawah
Sejak awal Pandemi 19 Covid 19, kita telah mencoba menyelesaikan persoalan ini dari atas. Program-program penanganan Covid 19 beserta anggarannya yang luar biasa direncanakan dari atas sehingga di tingkat bawah tinggal melaksanakannya. Di desa, penanganan Covid 19 berstatus tanggap darurat sehingga perencanaannya pun serba cepat dan kilat sehingga tidak juga banyak melibatkan suara masyarakat. Para pemimpin ujung ini pun harus ikut saja dengan apa yang direncanakan oleh pemerintahan desa.