Dunia saat ini digemparkan dengan penyebaran virus baru yang menyerang saluran pernapasan manusia, yakni virus corona atau yang sering disebut covid-19. Virus corona ini merupakan virus jenis baru. Pertama kali ditemukan di Wuhan Tiongkok. Penyebaran Virus corona termasuk sangat cepat. Pada tanggal 31 Maret 2020, data WHO (World Health Organization), menunjukkan bahwa secara global jumlah kasus Covid-19 sebanyak 697.244 kasus dengan angka kematian 33. 257 orang di 204 Negara. Sedangkan, kasus di Indonesia positif virus corona sebanyak1.528 orang, dengan angka kematian mencapai 136 orang, namun yang dikatakan sembuh hanya 81 orang (Covid19.go.id).
Virus corona menjadi pandemi dunia yang berdampak pada berbagai aktivitas menjadi terganggu, tidak terkecuali ekonomi. Hal ini merupakan faktor-faktor diluar ekonomi (uneconomics) yang memengaruhi perekonomian atau biasa disebut Blackswan. Perekonomian global menjadi bergejolak akibat covid-19 sehingga respon pada perekonomian suatu negara mengalami perlemahan.
Perlemahan perekonomian dampak dari ketidakpastian sangat rentan pada fluktuasi nilai tukar semakin tinggi. Pandemi seperti ini sangat memengaruhi valatilitas nilai tukar (kurs) pada pasar valuta asing (valas). Menurut Munyama dan Todani (2005) volatilitas nilai tukar merupakan ukuran risiko dasar yang dihadapi investor atau tingkat kecenderungan fluktuasi nilai tukar. Semakin tinggi fluktuasi nilai tukar, artinya perekonomian semakin tidak stabil. Menurut Bank Indonesia tercatat bahwa, sejak pertengahan Ferbruari 2020 hingga 18 maret mengalami perlemahan hingga 5,18%.
Fluktuasi nilai tukar yang tinggi berisiko berdampak dan menghambat iklim investasi di Indonesia khususnya Foreign Direct Investment (FDI). FDI merupakan arus modal dari luar negeri (asing), (Krugman,1994). Menurut Tsikata et al. ( 2000) menyatakan bahwa FDI merupakani sebuah paket yang melengkapi keuangan, membuat kontribusi untuk proses pembangunan sebuah negara.
Namun karena terjadi pandemi covid-19 berakibat pada kekhawatiran para investor dalam berinvestasi yang menyebabkan FDI Indonesia bergejolak mengalami penurunan, sehingga capital outflow meningkat dan melemahnya capital inflow. Tercatat selama pandemi Januari sampai Maret 2020 capital outflow dalam portofolio investasi Indonesia, mencapai Rp167,9 triliun. Hal ini merupakan jumlah yang besar, investor manarik modalnya dari Indonesia.
FDI Indonesia bergejolak akan berdampak buruh bagi perekonomian. Oleh sebab itu Bank Indonesia selaku Bank Semtral Indonesia harus menjaga stabilitas iklim investasi. Tujuannya agar capital outflow bisa mereda dan meningkatkan kembali capital inflow. Kemudian arus investasi perlahan akan normal walaupun pandemi covid-19 masih menfhadirkan ketidakpastian.
Untuk menjaga stabilitas kekuangan salah satunya FDI, Bank Indonesia menetapkan kebijkan menurunkan tingkat suku bunga acuan yakni BI 7-Day Repo Rate menjadi 4,50% pada tanggal 19 Maret 2020. Kebijakan bertujuan untuk menarik investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia.
Terbukti bahwa melalui kebijakan memurunkan tingkat suku bunga acuan, iklim investasi membaik. Menurut Bank Indonesia bahwa capital outflow saat ini sudah mereda. Diimbangi dengan capital inflow yang mulai masuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H