Lihat ke Halaman Asli

Inflasi Indonesia Lebih Tinggi Dibanding Negara-negara Berkembang

Diperbarui: 20 Desember 2016   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain mengalami tingkat inflasi antara 3% sampai 5% pada periode 2005-2014, Indonesia memiliki rata-rata tingkat inflasi tahunan sekitar 8,5% dalam periode yang sama. Bagian ini mendiskusikan mengapa tingkat inflasi Indonesia tinggi, menyediakan analisis mengenai tren-tren terbaru, dan memberikan proyeksi untuk inflasi masa mendatang di Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam praktek, inflasi dapat diamati dengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan ada tidaknya suppressed inflation (inflasi yang ditutupi).

Adakalanya tingkat Inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku diluar ekspektasi pemerintah, misalnya efek dari pengurangurangan nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidakstabilan politik. Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar kestabilan harga-harga dapat diwujudkan kembali.

Sedangkan menurut pakar ekonomi islam, Sukirno (2012:339) bahwa inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntuntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.

Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan deviasi yang lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh Bank Indonesia. Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya biaya-biaya ekonomi, seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini (domestik dan internasional) dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Saat rekam jejak yang baik mengenai mencapai target inflasi tahunan terbentuk, kredibilitas kebijakan moneter yang lebih besar akan mengikutinya. Namun, karena inflasi yang tidak stabil terutama disebabkan karena penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi, kami memprediksi akan terjadi lebih sedikit deviasi antara target awal dan realisasi inflasi ke depan.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam praktek, inflasi dapat diamati dengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan ada tidaknya suppressed inflation (inflasi yang ditutupi).

Bank Indonesia (BI) memiliki tujuan utama memastikan kestabilan rupiah. BI menggunakan instrumen-instrumen dalam cakupan luas untuk mengurangi tekanan-tekanan inflasi di negara ini. Kebijakan suku bunga bank disesuaikan ketika target inflasi tidak tercapai. Antara Februari 2012 sampai Juni 2013, suku bunga acuan negara ini (BI rate) telah ditetapkan pada level terendah dalam sejarah pada 5,75%. Setelah periode ini, tekanan-tekanan inflasi meningkat karena reformasi harga bahan bakar bersubsidi dan ketidakjelasan global mengenai kebijakan moneter AS. Capital outflows yang mengikutinya mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah secara tajam. Oleh karena itu, mulai dari pertengahan 2013, Bank Indonesia menyesuaikan BI rate-nya dengan menaikkannya secara bertahap namun agresif dari 5,75% menjadi 7,50%. Tindakan ini juga membawa kepada penurunan pertumbuhan kredit di Indonesia.

Tindakan lain untuk memperketat kebijakan moneter adalah menaikkan persyaratan simpanan baik untuk deposito mata uang lokal maupun mata yang asing di bank-bank Indonesia. Terakhir, BI mengurangi permintaan para investor asing untuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan memperpanjang periode persyaratan kepemilikan SBI dari satu menjadi enam bulan, memperpanjang waktu jatuh tempo dari SBI yang diterbitkan menjadi 9 bulan dan dengan memperkenalkan deposito-deposito dalam konteks tidak dapat diperdagangkan dengan waktu jatuh tempo lebih panjang (yang hanya tersedia untuk bank-bank). Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk memitigasi aliran ‘uang panas’ ke dalam Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline