Berita tentang banjir di Malaka bermula dari episode awal ketika 16 Mei menjadi saksi pertama
atas tragedi kemanusiaan yang menimpa wilayah Malaka Barat
Episode Pertama
“Tentang hujan Sehari, banjir bertahun”
Tidak banyak yang menduga jika Selasa malam 16 Mei 2000 akan menjadi memori pahit sepanjang hayat, bahwa hujan yang turun ke bumi adalah lumrah, air-air tergenang di halaman rumah juga biasa, juga orang bermain lumpur adalah biasa, tak lain karena manusia hidup berdampingan dengan hukum alam. Namun hujan yang turun hari itu menampakkan wujud lain akan adanya peristiwa yang lebih besar dari sekadar hujan biasa.
Malaka Barat tahun-tahun itu tergambar sangat polos, alam masih perawan, bahkan hari itu masyarakat sedang menikmati hasil panen raya. Suburnya tanah ini tak bisa menyembunyikan betapa ria raut wajah-wajah penduduk akan hasil alam yang begitu melimpah. Sungguh, wujud alam bisa saja berubah seketika, hujan yang mengguyur tanah Timor sepanjang hari itu meninggalkan noda hitam bagi masyarakat Malaka. Banjir pun datang dengan tiba-tiba, tanpa undangan, tanpa kompromi.
Episode Kedua
“Tentang malam panjang dan gelap yang terlalu awal, ”
Pada hari 16 Mei itu, suasana kabut dan gelap datang terlalu awal, malam pun terasa amat panjang. Orang-orang bahkan lupa, lupa untuk menyadari bahwa hari yang gelap sejak siang hingga hujan yang tak kunjung reda dari seberang gunung harusnya memberi tanda akan lahirnya gejolak alam yang lebih besar.
Sekadar untuk diingat, gambaran sore hari tanggal 16 Mei adalah tentang penduduk desa yang sedang memetik hasil panen. Ada yang di sawah ada juga yang sedang di kebun. Meskipun cuaca gelap, hasil panen harus tetap dituai, tanpa menduga bahwa hari itu akan ada banjir besar.
Gelap yang sesungguhnya datang. Kira-kira pukul 22.00 WITA. Penduduk Besikama tahu persis, mereka tahu bahwa ada gemuruh aneh dari kejauhan datang tak tak diundang. Dalam waktu sekejap air sedang merayu daratan dan menyulapnya menjadi benjir besar. Pada akhirnya malam 16 Mei 2000 benar-benar menjadi malam tragedi.
Episode Ketiga
“Benenai yang tangguh itu tumbang”
Peristiwa alam yang mewarnai tragedi malam itu adalah tumbangnya jembatan penyeberangan paling ikonik di Malaka. Benenai merupakan jembatan penghubung aktivitas masyarakat.
Dalam waktu seketika jembatan bersejarah itu hancur berkeping-keping. Selain memutus jalur penyeberangan, juga memutus pilu isak tangis penduduk setempat akan debit air yang semakin meninggi, rumah-rumah sudah mulai roboh, harapan pasti pupus.
Benenai yang runtuh melengkapi nasib pilu masyarakat yang mulai gelisah dan meratap. Hidup saat itu hanya tentang satu hal, “orang-orang harus tetap hidup”.