Lihat ke Halaman Asli

Ansarullah Lawi

Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Batam (ITEBA)

Refleksi Hardiknas 2024: Menghadapai Tantangan Pendidikan di Era Digital

Diperbarui: 2 Mei 2024   06:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi Tantangan di Hari Pendidikan Nasional 2024 (editing dari ideogram.ai)

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang kita rayakan setiap tahun pada tanggal 2 Mei, merupakan momen penting untuk merenung dan mempertanyakan sejauh mana kita telah berupaya memajukan pendidikan di Indonesia. Pada Hardiknas 2024 ini, kita dihadapkan pada sebuah ironi; di mana di satu sisi, kita berambisi untuk mengintegrasikan teknologi dalam pendidikan, sementara di sisi lain, kita masih terbelakang dalam hal kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia yang mampu memanfaatkan teknologi tersebut secara efektif.

Pendidikan di Indonesia saat ini berada di tengah gempuran revolusi digital yang tak terelakkan. Ironisnya, di satu sisi, kita memiliki guru-guru yang statistik menunjukkan hanya sedikit yang memenuhi standar kompetensi yang diharapkan, sementara di sisi lain, AI dan teknologi digital berkembang dengan kecepatan yang mengkhawatirkan, siap menggantikan banyak aspek tradisional dalam kehidupan kita, termasuk cara kita belajar dan mengajar.

Di tanah air, guru-guru sering kali digambarkan tidak siap dengan kemajuan zaman, sebuah kondisi yang diperparah dengan hasil ujian kompetensi yang menunjukkan hanya sepertiga dari mereka yang memenuhi syarat untuk mengajar. Bagaimana mungkin, di era dimana informasi dan data bergerak dengan cepat melalui berbagai saluran digital, sebagian besar guru kita masih berjuang dengan dasar-dasar penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar?

Tidak hanya guru, siswa-siswa di Indonesia juga ditampilkan dalam sebuah narasi yang kurang menggembirakan. Berdasarkan studi yang dilakukan, kurang dari sepertiga siswa SMA di negara kita yang mampu menentukan kalimat utama dari sebuah paragraf. Fakta ini seolah menjadi cerminan suram dari realitas pendidikan yang kita hadapi saat ini, di mana banyak siswa tidak menyadari seberapa tidak siap mereka dalam menghadapi tantangan masa depan yang jelas sudah sangat bergantung pada kecakapan analitis dan kritis.

Selanjutnya, hadirnya artificial intelligence (AI) menambah kompleksitas masalah. AI tidak hanya berpotensi menggantikan berbagai pekerjaan, namun juga berpotensi besar mengubah landskap pendidikan. Misalnya, sebuah sistem AI yang dapat memberikan personalisasi belajar kepada siswa berdasarkan kebutuhan dan kemampuan mereka secara spesifik, sebuah kapasitas yang belum tentu bisa diberikan oleh guru dengan metode tradisional.

Namun, harus diakui, realitas yang ada di lapangan sangatlah berbeda. Banyak guru yang belum mampu menggunakan teknologi sebagai alat bantu mengajar. Menurut data, hanya sekitar 46% guru di Indonesia yang mampu menggunakan teknologi digital sebagai sumber informasi. Angka ini semakin memprihatinkan ketika kita berpikir tentang bagaimana mereka akan mengajarkan siswa yang harus bersaing di era global dimana keterampilan digital adalah prasyarat.

Situasi ini menjadi ironis ketika di satu sisi kita mempunyai aspirasi untuk menjadi negara maju, sementara di sisi lain, kita terjebak dalam paradoks kurikulum yang sering berganti tanpa disertai dengan peningkatan substansial dalam kualitas pengajaran atau kesiapan teknologi. Guru-guru di Indonesia, yang seharusnya menjadi agen perubahan, masih banyak yang berjuang dengan standar lama di tengah kebutuhan baru yang sangat berbeda.

Kita juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa sistem pendidikan kita sangat terpengaruh oleh kapitalisme. Pendidikan, yang seharusnya menjadi hak semua orang, perlahan berubah menjadi barang mewah yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayar. Ini menciptakan disparitas yang besar di antara masyarakat, di mana hanya sedikit yang bisa mendapatkan pendidikan berkualitas tinggi.

Memandang ke depan, ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan. Pertama, adalah pentingnya mengintegrasikan teknologi dalam kurikulum dan metodologi pengajaran. Kedua, kita perlu mendefinisikan ulang peran guru dan institusi pendidikan dalam masyarakat yang berubah. Dan ketiga, kita harus memastikan bahwa pendidikan tetap dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, untuk menghindari kesenjangan ilmu yang semakin lebar.

Di akhir, tantangan yang kita hadapi sangatlah besar, namun ini juga merupakan kesempatan untuk benar-benar melakukan perubahan fundamental dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kesadaran dan keberanian untuk menghadapi dan mengelola perubahan ini adalah kunci, agar di masa depan, kita tidak hanya menjadi penonton, tapi juga pemain utama dalam kancah pendidikan global. Kita perlu bertindak sekarang, sebelum terlambat. Masa depan bukan hanya tentang apa yang terjadi pada kita, tapi apa yang bisa kita lakukan tentang itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline